OVOP, Indonesia, dan Masa Depan


Mungkin Anda pernah mendengar kata OVOP sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Ya, OVOP adalah singkatan dari one village one product. Atau bahasa pribuminya: otonomi daerah. Istilah ini sudah dikenal sejak lama, dan sepengetahuan saya, semakin populer saat diterapkan di Amerika.

OVOP memang merupakan konsep yang basi. Sudah berulang-ulang kali dibicarakan oleh orang. Pro dan kontra. Pasalnya, OVOP yang diejawantahkan dalam otonomi daerah ini bisa bernilai positif sekaligus bernilai negatif. Ya, begitu lah sebuah sistem yang diciptakan oleh manusia. Tiada yang sempurna. Namun, ini lah justru yang menjadi daya tarik.

Secara pribadi saya mendukung kebijkakan otonomi daerah. Mengingat Indonesia merupakan negara berdaulat yang sangat luas dan dipisahkan oleh laut dan selat. Keadaan iklim dan tanahnya juga berbeda. Ingatlah, Indonesia merupakan negara sejarah. Ia terbentuk oleh perjuangan panjang. Ingatlah bagaimana Indonesia berubah-ubah bentuk, disesuaikan dengan pribadi bangsanya.

Dulu, ada negara Jawa. Negara Madura. Negara Nusa Tenggara. Negara Papua. Negara Sulawesi. Negara Borneo. Negara Sumatera. Namun kini menjadi Negara Kesatuan. NKRI. Oleh karenanya, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakatnya pun berbeda.

Kebijakan otonomi daerah melalui OVOP merupakan langkah yang sangat strategis. Ibaratnya, saya membayangkan Indonesia seperti negara-negara bagian di Amerika Serikat. Atau Eropa. Setiap negara memacu perekonomiannya masing-masing. Persaingan sehat terjadi. Dan pertumbuhan ekonomi sangat menjanjikan.

Misalnya, di daerah Bima menjadi daerah sentra produksi Madu dan Bawang. Sulawesi daerah perikanannya. Pontianak dengan jeruknya. Bali dengan peternakan sapinya. Jawa dengan komoditas berasnya. Papua dengan sagunya. Dan masih banyak lagi. Dengan demikian industri-industri pengolahan tidak akan berdiri di satu lokasi sentra saja -Jakarta dan Surabaya misalnya- Tetapi tersebar di pelbagai daerah.

Kasus yang menimpa Indonesia dalam hal otonomi di beberapa daerah ini tidak jauh dari dua hal: Pertama, korupsi. Kedua, ketidaksanggupan daerah tersebut mengurusi daerahnya sendiri. Sebenarnya, kalau saya perhatikan, kedua masalah tersebut sebenarnya sama-sama masalah moralitas. Pejabat korupsi, masyarakat ingin disuap selalu.

Sedangkan kasus lain, seperti protes ketidakadilan pemerintah atas bagi hasil kekayaan daerah adalah hal yang bersifat kasuistik dan hanyalah alasan untuk lepas dari Indonesia.

Masalah korupsi di Indonesia, menjadi bahasan tersendiri yang tidak ada habisnya di Indonesia. Saya pikir dengan hadirnya bapak-bapak terhormat KPK sedikit demi sedikit mengurai benang kusut korupsi di Indonesia. Asal! Asalkan KPK tidak main tebang pilih dan tidak memiliki kepentingan terhadap golongan manapun.

Masalah ketidak sanggupan, bisa jadi karena mentalitas masyarakatnya, yang seperti ini harus segera diberangus. Butuh penyegaran-penyegaran baru yang membuat masyarakat sadar betapa pentingnya mereka bagi kedaulatan bangsa. Oke, dalam hal ini, saya harus mengakui, kita membutuhkan Bung Karno yang tihtahnya didengarkan. Tetapi, secara garis besar, kita harus membuat masyarakat semakin percaya pada kemampuannya sendiri. Tidak akan habisnya kalau saya uraikan secara mendetail.

Atau bisa jadi karena infrastruktur yang belum mumpuni. Pemerintah seyogyanya ikut andil dalam hal ini. Tidak hanya main plot-plot saja. Pengadaan infrastruktur dalam hal penyelenggaraan OVOP adalah tanggung jawab pemerintah, baik pemerintah pusat, terlebih lagi pemerintah daerah. Saat ini, saya perhatikan beberapa pemerintah daerah lebih sibuk dengan kegiatan lain yang mengulang dari tahun kemarin. Nihil, menurut saya.

Sedangkan, kasus lain yang lebih kasuistik, saya pikir tidak ada cara lain yang lebih tepat kecuali dengan mengadakan perundingan.

Saya percaya, OVOP adalah solusi yang tepat dalam membangun negara kesatuan ini. Jika saya menjadi menteri perindustrian nanti, fokus utama saya adalah menghimpun dan membuka peluang sebesar-besarnya bagi investor dalam negeri untuk campur tangan dalam pengelolaan daerah-daerah yang sudah maupun belum digarap. Penyedian infrastruktur adalah hal yang harus. Hal ini menjadi daya tarik utama para investor untuk menanamkan modalnya.

Salam!

0 komentar:

Posting Komentar

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut