Mahesa #8 Pesan



Duduk ia di bangku peron kereta sambil meneguk beberapa air mineral untuk melepas dahaganya. Matahari sudah cukup terik meskipun waktu baru berdentang pukul setengah sembilan. Beberapa anak lalu lalang di hadapannya. Saling kejar-kejaran dengan anjing penjaga stasiun. Sesekali Pad tersenyum melihatnya. Ia seakan rindu akan masa kecilnya dahulu.

Hujan tadi subuh sudah naik menjadi uap. Musim panas yang cukup melelahkan bagi sebagian pekerja lapang. Termasuk dirinya. Walau bagaimana pun, Pad tidak ingin menjadikan tugasnya sebagai beban. Ia tetap menjalaninya sebagai sebuah profesi yang menyenangkan.

Keluar ia dari pintu utama stasiun, berharap segera menemukan angkutan umum yang bisa ia tumpangi. Tatanan desa dekat stasiun memang tidak bisa dibilang rapi. Namun cukup untuk dikatakan tidak kumuh. Pad menelusuri jejak-jejak beritanya melewati gang-gang kecil ke pelosok desa. Beberapa supir song teaw [1] menawari jasa angkutan kepadanya. Setelah kemudian ia tolak karena masih harus lama menunggu untuk mengetem.

Di ujung gang ia menemukan sebuah sungai yang mengalir tenang. Propinsi ini dulunya adalah salah satu lokasi bekas ibu kota kerajaan. Di Indonesia, Ayuthaya bisa diidentikkan dengan Yogyakarta. Sebuah kota kebudayaan. Beberapa peninggalan sejarah yang sunyi masih tertata rapi. Bukti bahwa Thailand mengalami proses perjalanan yang sangat panjang.
Ayuthaya dulunya adalah sebuah kerajaan. Melalui beberapa peperangan, daerah ini akhirnya ditaklukan dan tunduk di bawah kerajaan Siam. Sungai yang mengelilingi setiap sudut kota ini sebenarnya dibuat sebagai benteng pertahanan mereka. Alirannya mengalir hingga ke Krung Thep (saat ini Bangkok). Sungai Chao Phraya ini dulunya amis oleh darah kekuasaan. Kini ia menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduknya.

Pad memilih moda transportasi boat kecil untuk ke seberang. Sebenarnya tidak terlalu jauh. Namun beginilah cara orang Thailand menyambung hidup. Segala objek wisata dijadikan bisnis.

Di seberang, Pad menyewa sebuah sepeda motor dan selembar peta. Sepanjang jalan ia mengamati beberapa turis yang sibuk mengabadikan momen-momen plesiran mereka. Ada pula yang riang bersepeda. Udara Ayuthaya memang lebih segar jika dibangdingkan Bangkok. Jangan dibandingkan dengan Jakarta. Pad menghirupnya dalam-dalam. Sebuah perasaan mengalir tenang merasuk kedalam hatinya.

Di sebuah persimpangan, Pad berbelok kanan. Beberapa bus pariwisata sudah berjejer rapi sejak pagi. Ia memutuskan untuk berhenti sesaat. Wat Mahathat. Salah satu tempat bersemayamnya Budha. Beberapa patung Budha duduk tegak tanpa kepala. Pad berdecak kagum saat menyaksikan pemandangan di hadapannya. Sebuah patung kepala Budha muncul di sela-sela akar pohon. Konon katanya, di pohon itulah salah satu bagian tubuh Budha tertanam.

~ ~ ~

Tepat pukul 10 pagi. Pad duduk di sebuah halte bus dekat jembatan penyebrangan. Beberapa orang terlihat sedang menunggu sambil berbincang-bincang. Ia merogoh peta kertas yang dilipat di kantungnya. Memperhatikan dengan seksama setiap sudut daerah yang telah ia lalui.

"Nong [2], tolong bagikanlah sedikit uangmu," tersadar seorang pengemis menghampirinya. Ia tampak lusuh sekali, seperti orang yang belum makan beberapa hari.

Karena Iba, pad mengeluarkan sehelai lembaran merah dari dompetnya. Kemudian memberikan sambil menatapnya seksama.

"Khop khun kha, nong [3]. Semoga engkau selalu dilindungi oleh dewa dalam keseharianmu. Terselamatkan dari segala bala dan bencana"

"Kha. Mai pen rai [4]," Ia tersenyum dan terenyuh mendengarkan doa wanita yang ada di hadapannya itu.

"Hanya ini yang bisa saya berikan kepadamu," wanita tua itu merogoh sebuah kertas dari sakunya.

"Apa ini?" tanya Pad heran. "Sesuatu yang harus saya sampaikan," jawabnya menyudahi perbincangan singkat itu. Sebuah bus putih datang, semua orang naik. Kecuali Pad yang bingung membaca tulisan di kertas yang ia pegang.

Tersadar semua orang telah pergi. Termasuk pengemis yang menyampaikan pesannya. Tulisan apa ini, lirihnya dalam hati.

"Mana bisa aku membaca tulisan arab ini," sesalnya sontak berdiri dan menghampiri sepeda motornya yang terparkir di bahu jalan.

_____________
[1] Alat transportasi khas Thailand di samping tuk-tuk. Angkot dengan mobil bak terbuka yang didesain sedemikian rupa

[2] Dek
[3] Terimakasih, dek
[4] Tidak masalah

0 komentar:

Posting Komentar

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut