"Apa katamu tadi? Taliban?"
"Kenapa kalian Muslim, ketika akan membunuh orang lain, kalian akan mengatakan 'alahu kobra'?" lanjutnya dengan tersenyum sinis. Sedikit banyak orang yang ada dihadapan Faishal ini memang mengesalkan.
Bukan karena Faishal tidak memiliki jawaban atas pertanyaan serangannya itu. Bukan. Hanya saja, meladeninya tidak ada bedanya dengan meladeni si banyak bicara yang tidak cerdas mengelola informasi.
Ini lah ciri-ciri orang yang mempelajari sesuatu dengan setengah-setengah hanya untuk mencari-cari kelemahan Islam. Sungguh, dicari hingga ke lobang jarum sekalipun, tidak akan engkau temukan kelemahan itu. Kecuali untuk alasan yang dibuat-buat.
"Pertama, Joe," jawabnya berhati-hati, "bisakah kamu tidak mengucapkan sesuatu yang tidak kamu ketahui terlebih dahulu?"
"Apa maksudmu?" nadanya tiba-tiba datar.
"Ya, kamu tidak tahu apa-apa tentang Islam. Kecuali sedikit sekali."
"Saya tahu banyak. Saya baca banyak artikel dan berita tentang Islam. Media-media banyak memberitakan tentang Islam. Saat ini Islam menjadi sorotan banyak orang."
"Media mana yang kamu maksudkan?"
"Media-media besar, CNN, BBC, dan media-media lainnya. Times juga," jawabnya meyakinkan.
"Pertanyaanku sederhana. Bagaimana jika suatu saat media mainstream itu mengabarkan kepada dunia, bahwa rajamu adalah seorang otoriter, penjahat perang, atau pelaku genosida?"
Raut wajahnya tiba-tiba terlihat merah menahan marah. Sekali bertemu, siapa pun akan langsung dapat menebak, orang seperti apakah Joe itu sebenarnya. Seorang tempramen yang tidak bisa menjaga kata-katanya sendiri."Tidak mungkin! Apa maksudmu menghina raja kami?"
"Tenanglah sedikit. Kalau aku ini Taliban yang kamu maksudkan sebagai 'pembunuh', mungkin nyawamu sudah teregang saat ini juga. Sebab, bukan lagi raja yang kamu hina di depanku, kamu sudah menghina Tuhanku, Joe."
"Aku tidak mengerti," jawabnya menaham marah.
"Allahu Akbar adalah kalimat yang mengagungkan Tuhanku. Artinya Tuhan Yang Maha Besar. Kemudian engkau sangkut pautkan dengan Taliban yang dalam pikiranmu adalah sekelompok orang yang membunuh sesuka hatinya. Artinya, engkau ingin mengatakan secara tidak langsung bahwa Tuhanku adalah alasan mereka membunuh. Sedangkan, saya lebih mencintai Tuhanku daripada diriku sendiri. Apakah itu adil?"
"Saya tidak tahu kalau itu artinya..."
"Itu lah mengapa saya katakan bahwa engkau hanya mengetahui sedikit tentang Islam. Jika kamu mengerti, informasi-informasi yang kamu peroleh itu penuh dengan kepentingan. Seperti halnya kamu membenci orang barat untuk alasan yang sama."
Joe tampak terdiam. Ia mengalihkan pandangannya ketika tahu bahwa tatapan Faishal menerawang ke dalam bola matanya. Jauh masuk hingga ke dalam otak belakangnya melalui jejaring syaraf. Menelaah informasi demi informasi yang ia simpan di dalam otaknya. Itu pun jika ia memilikinya.
"Baiklah. Lalu kenapa kalian membunuh?"
"Apakah aku terlihat seperti seorang pembunuh?"
"Tentu tidak," potongnya segera. Ia tampak lebih hati-hati bertanya. "Aku tanya, kenapa orang-orang Taliban itu membunuh?"
"Engkau tidak akan mengerti, Joe."
"Jelaskanlah, aku pasti akan mempertimbangkannya."
Ruangan seketika hening. Hanya terdengar suara lembaran-lembaran kertas. Faishal merapikan berkas-berkas dokumen di meja kerjanya. Joe memperhatikan gerak-geriknya dengan seksama. Ia seperti tidak sabaran menanti jawaban atas pertanyaan skeptisnya. Faishal menoleh kepadanya, kemudian tersenyum.
"Cobalah untuk tidak melihat sesuatu dari satu sudut pandang saja. Bumi ini dibuat menyerupai bola pejal agar dia bisa leluasa berputar pada porosnya. Jika kamu hanya melihat bumi ini dari satu sudut saja, tentunya kamu adalah orang yang paling rugi di dunia ini"
Faishal melangkah menjauhi meja kerjanya. Ia melangkah menuju pintu, meninggalkan Joe yang bingung mencerna arti setiap kata-katanya. Chok dee*, seru Faishal sambil memutar gagang pintu dihadapannya.
"Pergilah ke neraka dengan jihadmu itu," gerutu Joe dalam bahasa Thailand.
_____
*semoga beruntung
0 komentar:
Posting Komentar