Di Balik Tragedi “Matikan Bangkok”! (Part 2)


Seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, terdapat banyak kepentingan di balik tragedi Shutdown Bangkok. Saya hanya ingin menekankan sekali lagi, saya tidak bisa memutuskan pihak mana yang salah, dan saya tidak termasuk pihak pendukung atau penentang pemerintahan.

Pasca kudeta Thaksin, tidak bisa dipungkiri bahwa antek-anteknya masih duduk di pelbagai kursi pemerintahan. Pengaruh Thaksin yang masih begitu besar, terutama di daerah-daerah pedalaman, menjadikan Yingluck terpilih lagi menjadi PM. Yingluck tak hanya seorang tokoh politik dari partai yang sama dengan Thaksin (Pheu Thai Party), tetapi juga seorang adik kandung. Hal ini lah yang melatarbelakangi opini yang berkembang di tengah kelompok kuning bahwa Yingluck hanyalah boneka pemerintahan dari sang kakak.
 
Dari rumor yang saya peroleh, kedua kubu –kuning  dan merah –  sebenarnya mencerminkan 2 kelompok strata yang berbeda. Saya pun masih ingin membuktikan hal ini. Tetapi dari beberapa informasi yang saya peroleh, memang cenderung demikian kondisinya.
 
Kubu Merah yang mendukung pemerintahan adalah mereka yang merasakan bahwa andil Thaksin dalam beberapa tahun ia menjabat sangatlah besar dalam memajukan Thailand. Oleh karena itu, kebanyakan dari mereka merupakan orang-orang pedalaman (root society) yang merasa berhutang budi kepada Thaksin.
 
Sedangkan, Kubu Kuning kebanyakan merupakan kelompok dengan strata elit. Dulunya mereka merupakan bangsawan ataupun elit yang dekat dengan kerajaan. Kelompok kuning menyindir bahwa Kelompok Merah yang mendukung kekuasaan Yingluck adalah mereka yang tidak mencintai Raja. Hal ini lah yang menguatkan opini yang berkembang bahwa penurunan Thaksin sebagai PM tidak terlepas dari kepentingan kerajaan.
 
Thaksin tak sebijaksana seperti yang dibayangkan. Untuk ukuran demokrasi, Thaksin memang sudah terlalu lama menjabat. Itulah mengapa ia berubah menjadi seorang yang cenderung otoriter kemudian. Dalam hal KKN, saya rasa tidak hanya saat golongan merah memerintah, pun saat golongan kuning yang dulunya memerintah, KKN tetap saja merajalela. Banyak orang-orang yang memperjuangkan HAM raib begitu saja tanpa kabar saat Thaksin menjabat. Terutama mereka yang memperjuangkan hak-hak masyarakat muslim di Thailand selatan, meliputi Pattani, Yala, dan Songkhla.
 
Sebelum Thaksin berkuasa, kelompok kuning mendominasi kursi pemerintahan. Akibatnya, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah disinyalir lebih banyak menguntungkan kelompok elit. Dengan naiknya Thaksin, mereka merasakan ancaman bagi eksistensi mereka. Program kerja yang dicanangkan oleh Thaksin lebih banyak memberikan kesempatan bagi kasta biasa untuk bersaing secara sehat.
 
Dengan dikait-kaitkannya akan kecintaan mereka terhadap Raja, kelompok kuning menggelar aksi protes terhadap pemerintah. Mereka menuntut untuk menggulingkan sisa-sisa kekuasaan Thaksin yang masih menyelinap dalam semua kursi pemerintahan. “Kelompok merah tidak tahu caranya berterimakasih kepada Raja yang sudah berbuat banyak untuk Thailand” isu yang beredar di tengah mereka kelompok kuning.
 
Kejadian banjir yang melanda Thailand beberapa waktu yang lalu dikaitkan oleh kelompok kuning sebagai aksi protes kelompok merah. Beberapa opini mengatakan bahwa banjir yang melanda Bangkok terlalu berlebihan untuk intensitas hujan saat itu. Debit air seharusnya mampu ditanggung oleh sungai yang Thailand miliki. Oleh karena itu, rumor sabotase dam di utara Thailand berkembang. Meskipun demikian, Yingluck sebagai PM Thailand tidak bisa dipungkiri sangat cekatan mengembalikan keadaan bangkok seperti semula. Jika dibandingkan dengan Jakarta yang setiap tahunnya banjir, kita harus menutup muka menahan malu.
 
Beberapa waktu yang lalu, kira-kira oktober, Yingluck mengeluarkan kebijakan yang menurut saya sangat fatal. Kebijakan ini dikenal dengan sebutan Amnesty Bill. Kebijakan ini diperuntukan bagi mereka yang melakukan pelanggaran hukum diberikan hak pemutihan dosa dengan membayar sejumlah uang kepada negara. Tidak lain kebijakan ini dimaksudkan demi kepentingan kakaknya agar bisa kembali ke negara kerajaan Thailand.
 
Kebijakan ini ditentang oleh banyak pihak, termasuk hampir seluruh kalangan akademisi. Menggelar dan menggerogoti berbagai sudut kota Bangkok. Saya tidak tahu bagaimana kelanjutan kebijakan ini, tetapi yang pasti Thaksin hingga saat ini masih berada di Dubai.

(Bersambung ke part 3) | Back to: part 1


0 komentar:

Posting Komentar

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut