Dengan atau tanpa kita sadari, sering kali kita underestimate kepada orang lain. Tentu ini hal buruk yang menjadi ujung pangkal dari sifat sombong.
Sebenarnya tulisan ini bermula dari apa yang saya alami hari ini. Tapi, ya sudah lah, saya akan dedikasikan ini untuk diri saya pribadi khususnya. Dan orang-orang yang tidak underestimate dan suudzon sama saya.
Singkat kata, kita tentunya sepakat bahwa diperlakukan underestimate itu nggak enak. Karena kita tahu bahwa underestimate itu rasanya nggak enak, maka cobalah untuk berhenti underestimate. Setidaknya, kalau kita tidak bisa atau mampu mengapresiasi orang lain, lebih baik diam saja. Karena, dalam hal ini lah diam itu lebih baik.
Kita tahu bahwa dia itu pendidikannya lebih rendah dari kita, kita tahu dia lebih miskin dari pada kita, kita tahu bahwa umurnya lebih muda dari kita, kita tahu ini dan itu, bahwa kita lebih baik dari dia. Tetapi, kita lupa bahwa masih ada langit di atas langit. Masih ada kebenaran mutlak di atas kebenaran relatif.
Tidak berlebihan kalau ada pepatah, "lidah itu lebih tajam dari pisau."
Pepatah klasik ini mengajarkan kita untuk berhati-hati dalam berbicara. Saya juga sering salah berbicara, mungkin kurang sopan, atau tidak berkenan. Dan mulai saat ini, saya akan mengurangi segala pembicaraan yang kurang bermanfaat. Apalagi ghibah, saya sangat menghindari ini. Astaghfirullah.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)
Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya, Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala, hlm. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara, karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.
Sebagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara.”
Wallahu'ala bishawab.
0 komentar:
Posting Komentar