"Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."
(UUD 1945 Pasal 33 ayat 3)
Rasanya gatal sekali mendengar pasal ini. Ini tentang ketersediaan dan keberlangsungan energi di Indonesia. Hari ini (15/06/2014) dalam sebuah cebat capres RI, calon menyinggung tentang kontrak kerjasama dengan pihak asing mengenai kerjasama pengolahan hasil alam.
Memang, sebuah perjajian yang sudah ditandatangani harus dihormati. Tetapi disisi lain, kita menjadi bulan-bulanan negara lain. Bukan rahasia umum lagi negara kita dijarah habis-habisan hasil alamnya. Bukan masalah kita kaya akan hasil alam sih, ini simple, sebuah pelajaran yang kita dengar semasa kelas 5 SD. Ada SDA yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Nah, seluruh barang tambang itu sesuatu yang sulit diperbaharui.
Pernah nggak kita berpikir sejenak, sebuah renungan sederhana, kenapa sebuah negara semacam Amerika yang sebenarnya punya sumberdaya di dalam perut bumi tetapi ngambil lebih banyak di negara lain? Amerika adalah salah satu negara pengonsumsi energi terbesar di dunia, justru dia memikirkan cadangan energinya di masa depan. Saat negara lain krisis dan sekarat karena tidak memiliki energi, Amerika tetap berjaya.
Sedangkan kita, seperti menjajakan diri. Aduh, bahasanya vulgar banget. Tetapi itu realitas. Menjajakan energi cadangan ke negara asing adalah hal terseksi yang Indonesia punya. Sedangkan negara tetangga, sebut saja Thailand, mereka say "no" untuk mengusik persediaan energi mereka. Kalau pun digunakan bukan untuk dieksploitasi. Atau Arab yang terkenal dengan bandar minyak, harga BBM d sana mahal.
Apa karena dipikiran kita kekayaan yang ada diperut bumi ini warisan dari nenek moyang? Bukan titipan dari anak cucu. Saya khawatir 100 atau 200 tahun lagi, Indonesia akan mengemis energi ke negara lain.
Kembali lagi pada pemaparan para calon presiden yang akan menjadi nahkoda kapal Indonesia 5 tahun ke depan, ini memang dilematis. Mau nunggu kekayaan bumi kita habis dulu atau renegosiasi? Kalau pun renegosiasi, kekuatan apa yang kita punya? It's complicated.
Sudah seharusnya kita memikirkan hal ini. Masyarakat Indonesia terbiasa berpikir menyeselesaikan masalah yang ada saat ini. Jarang sekali yang visioner. Subsidi misalnya, itu shortcut solution banget. Apa mereka ndak punya pemikiran kedepannya?
Saya malu sama Thailand saat mereka menjajakan keindahan pariwisatanya. Atau Brazil dengan komoditas pertaniannya. Jepang dengan teknologinya. Dan China dengan peradabannya.
Saya pikir Indonesia memang harus di selamatkan. Bukannya saya mendukung salah satu capres, siapa pun presidennya, Indonesia harus di selamatkan. Saya berpikir presiden kali ini haruslah seorang yang berani. Itu saja. Sudah bosen saya liat presiden yang jadi cecunguk asing. :)
0 komentar:
Posting Komentar