Pengemis Kaya, Jangan Dijadikan Alasan



Saya sangat salut pada program kerja Ridwan Kamil, sosok walikota bandung yang pernah saya temui sebelumnya saat mengisi sebuah pelatihan kepemimpinan muda. Tidak terlepas dari isu politik bahwa beliau ingin menyaingi gubernur DKI Jakarta, Jokowi, saya pikir ini adalah persaingan sehat yang membawa pada percepatan perubahan yang lebih baik bagi kedua daerah tersebut.

Beberapa waktu yang lalu, media massa dan sosial dihebohkan oleh berita mengenai para pengemis Bandung. Seperti yang saya kemukakan sebelum-sebelumnya, berita adalah suatu hal yang tak biasa. Melihat aksi para pengemis yang jarang terjadi, media menampilkannya seolah-olah 'wah!' Dibuali lah dengan 'Si Pengemis Kaya' dan sebagainya.

Miris rasanya ketika saya melihat respon berbagai kalangan mengenai berita tersebut. Rasa-rasanya media telah berhasil memprovokasi masyarakat dengan statement yang menurut saya masih kontroversi. Terutama pelarangan memberikan sedekah kepada pengemis.

Kenapa saya katakan ini sebuah hal yang kontroversi? Memang betul, di beberapa peraturan daerah, memberikan uang kepada pengemis adalah sebuah pelanggaran hukum. Tetapi, pencerdasan terhadap peraturan ini seperti mengambang. Masyarakat diminta untuk merepresentasikan sendiri maksudnya.

Akibatnya, respon dari masyarakat yang kerap kali saya temui seperti ini:

"Ngapain ngasih duit ke pengemis? Mereka lebih kaya dari saya yang hanya seorang guru"

"Pengemis punya gaji hingga 10 juta per bulan. Pantas saja mereka betah meminta-minta dan nggak mau bekerja. Dasar pemalas. Orang seperti ini sebaiknya dihabisi saja."

"Sehari saja bisa menghasilkan hingga 300 ribu. Masih berpikir untuk memberikan uang?"

"Saya paling benci melihat pengemis yang membawa anak bayi di jalanan. Apa mereka tidak pernah berpikir bahwa anak (entah anak dia atau anak sewaan) itu mudah terkena penyakit kanker karena polusi?"

Dan lain-lain.

Sekilas memang benar. Tetapi, coba seksama perhatikan maksud dari kalimat tersebut. Saya melihat seperti ada pergeseran makna dan penegasian atas kata sedekah. Padahal sudah jelas sedekah itu dianjurkan di agama mana pun. Bahkan di beberapa agama diwajibkan.

"Mereka lebih kaya dari saya seorang guru." Apakah pantas seorang guru mengatakan demikian? Kalau dia bertemu dengan muridnya, ada kemungkinan dia akan berkata, "Nak, jangan sedekah ya, tidak baik itu." Dan satu hal lagi yang harus kita renungkan bersama,

Apakah kita ini lebih suci dari seorang pengemis?

Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan sedekah. Sehemat saya, mengemis itu sah-sah saja, di kala menjadi jalan terakhir seseorang untuk bertahan hidup. Itu lah mengapa dalam Islam, mengemis tidak dilarang, tetapi menjadi seburuk-buruknya pekerjaan. Ketika mereka sudah mampu bertahan hidup lagi, terlepas lah dari mengemis.

Oke, saya setuju dengan peraturan pemerintah mengenai larangan memberikan uang kepada pengemis. Tetapi, ada spesifikasi, pengemis seperti apa yang tidak boleh? Kalau pengemis itu adalah orang kemarin sore yang saya temui dia adalah pekerja keras, kemudian ada suatu hal yang membuat dia harus mengemis, sudah dapat dipastikan saya akan membantu sebisa saya. Tetapi, kalau ada pengemis, yang kemarin saya sedekahi di depan Alfamart, kemudian, bulan depannya dia masih juga ada di sana. Mohon maaf, uang saya masih bisa disedekahi ke yang lain, atau setidaknya di kotak amal.

Jadi, sedekah itu memang ada dua. Sedekah profesi dan sedekah terpaksa. Nah, sekarang maknanya sudah bergeser, baik yang profesi maupun yang terpaksa, tak ada tempat untuk seorang pengemis. Mana keadilan dunia ini?

Saya agak kurang setuju dengan pernyataan bahwa jika kita hendak bersedekah, lebih baik disedekahkan pada suatu hal yang tepat, misalnya menyekolahi mereka, disalurkan ke panti, dan hal lain yang lebih besar. Saya kurang setuju seluruhnya. Sedekah itu harus dibiasakan dari hal-hal yang kecil. Kalau sedekah kecil rutin saja kita tidak mampu, saya pastikan, untuk mengeluarkan uang dalam jumlah yang banyak, kebanyakan dari kita tidak akan mau. 

Orang seperti saya ini, mana sanggup menyekolahkan pengemis? Saya hanya sanggup membantunya bertahan hidup meski hanya beberapa jam saja.

Harta itu menggiurkan, kalau kita pikir-pikir, buat apa bersedekah, hanya untuk mengurangi harta. Itulah mengapa sedekah itu harus dibiasakan, bukan diundur-undur sampai mempunyai banyak uang. Karena, kalau kita terbiasa bersedekah, alam bawah sadar kita yang memrintahkan, bukan hasil dari pikir-pikir lagi.

Wallahu'alam bishowab.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut