Jika Menikah Itu...



Masih teringat jelas, bagaimana dulu saya bermain layang-layang. Bagaimana saya dulu berkelahi hanya karena dicurangi bermain kelereng. Dijewer oleh guru karena mencoba bolos. Bermasalah dengan satpam karena bermain bola di dalam kelas. Di hukum di lapangan karena lupa membawa dasi saat upacara bendera. Juga belajar bersepeda hingga jatuh ke selokan. Sempurna. Kalau diingat-ingat, masa kecil saya sangatlah indah.

Tiada lebih ajaib dari perasaan yang tumbuh saat pertama kali mengenal wanita. Malu-malu tersenyum. Atau tidak bisa belajar karena mengingatnya. Atau menjadikannya bahan bicaraan bersama kawan-kawan. Kata bapak, suka wanita itu wajar. Tapi kamu harus mengutamakan belajar dulu. Belajar dan belajar. Tanpa merampas hak-hak kawula muda.

Dan kini, kita sudah dipintu kedewasaan. Satu persatu ‘kandidat’ pun telah tumbang. Dilamar dan terlamar. Sahabat-sahabat main kelereng saya. Sahabat bolos-bolosan. Sahabat debat ngotot karena merasa paling benar jawaban matematikanya. Sahabat saingan karya tulis. Sahabat ngaji. Sahabat ini itu. Sudah banyak yang berucap ijab kabul. Kandidat pun tumbang.

Jika ibaratnya anak sampan, telah sampailah ia ke pantai idaman. Betapa waktu telah memakan semua usia kita. Begitu cepatnya, bahkan lebih cepat dari hilangnya buih ombak di pantai. Aku merindukan masa-masa itu. Dan kini banyak sampan yang menghilang dari peredarannya.

Jika menikah itu adalah sebuah kejadian alam yang wajar. Maka aku pun akan menikah kelak. Memiliki anak. Membesarkan anak. Menyekolahkan anak. Menikahkan anak. Saling menguatkan saat tua. Dan saling menyaksikan diantaranya yang meninggal. Atau kita yang disaksikan dahulu saat meninggal. Jika menikah itu adalah kejadian alam yang wajar. Biarkanlah semuanya berjalan normal.

Jika menikah itu terjadi atas dasar cinta. Maka, aku pun akan menikah saat kelak kutemukan cinta itu. Namun, saat cinta itu satu saat akan hilang. Atau dibolak-balikkan perasaanya oleh Allah. Maka, siapa bisa sangkal jika cinta itu hilang dan hidup berjalan seperti biasa. Nikah hanya akan menjadi status yang membedakan yang lajang dan tidak lajang.

Jika nikah itu adalah lomba balap karung. Maka sejak aturan kewajaran nikah itu sudah sampai kepada umurku, menikahlah aku. Dan setelah sampai finish menikah, maka kembalilah lagi ke kehidupan normal seperti sedia kala. Dan menikah hanya menjadi kenangan, bahwa aku pernah ikut lomba balap karung.

Jika menikah itu adalah mimpi dunia.  Maka sesegera mungkin kukejar momentum itu. Membuat sesuatu yang telah diimpi-impikan bersama-sama. Bikin ini dan itu. Ke tempat ini dan itu. Sumbang ke sini dan ke situ. Hingga akhirnya, kita menyadari, bahwa semua mimpi-mimpi yang pernah kita bagi telah terwujud semua.

Namun sayangnya, mimpi bukanlah hanya sekedar balap karung. Atau sekedar mengikuti pola kehidupan normal, yang jika telat menikah patutlah khawatir. Karena tulang rusuk tak akan pernah salah kemana harus berpulang. Semua telah diatur oleh kitab alam semesta.

Dan menikah bukanlah pula hanya berdasarkan cinta saja. Atau hanya berdasarkan mimpi saja. Jika hanya demikian, tetaplah menjadi sesuatu yang akan berjalan seperti normal adanya. Menikah adalah sesuatu yang lebih besar dari cinta dan mimpi. Ialah cintanya kita kepada Allah dan mimpi kita mendapatkan ridho-Nya.

Jika menikah itu adalah cinta dan mimpi kita kepada Sang Maha Pengasih dan Penyayang. Percayalah, menikah tidak hanya sekedar dunia, namun akhirat. Tidak hanya pulau idaman, namun benua yang tak terhitung lagi luasnya.

Jika menikah adalah karena Allah, maka akan aku persiapkan sebaik-baiknya. Ingatlah, menikah adalah ibadah terpanjang yang akan kita lakukan karena menghabiskan lebih dari setengah umur hidup wajarmu. Jika menikah adalah suatu yang sangat penting, masihkah kita menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar.

Menikah bukanlah hal yang terlalu disakralkan, namun sesuatu yang butuh persiapan matang.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut