Sesederhana Kabut






Entah kenapa, belakangan ini, saya mulai berpikir yang lebih sederhana tentang hidup. Membuat tulisan-tulisan yang sederhana, membaca buku-buku yang lebih sederhana, atau sekedar memikirkan hal-hal yang sederhana. Sesederhana hidup yang saya alami hingga saat ini.

Hidup ini, entah apa yang akan terjadi nanti, ialah sebuah misteri panjang. Sering sekali saya berpikir, bahwa dalam hidup ini, tokoh utama adalah saya. Sedangkan, manusia yang lainnya adalah tokoh-tokoh selingan. Dulu saya, pahami ini sebagai dimensi. Bagaimana Sang Tuhan menciptakan dimensi-dimensi yang begitu banyak pada masing-masing manusia. Ibaratnya mereka adalah database. Dan database itu diintegrasikan oleh Tuhan menjadi sebuah database Maha Karya dalam sebuah sistem. Ah, pemikiran anak kecil yang sederhana.

Apalah arti hidup, jika memang hanya sementara saja. Saya tidak dapat menjamin, ketika esok hari saya masih bisa hidup, mengerjakan aktivitas-aktivitas rutin seperti biasanya, membuka leptop, memperhatikan ceceran buku, melihat peta hidup yang tidak kunjung dicoret, atau sekedar mengirim pesan singkat pada teman yang mungkin tidak terlalu bermakna. Hmm... Hai bintang, aku memangilmu, ini kah hidup itu?

Sederhana sekali. Hidup masa kecil penuh dengan keinginan, sudah besar keinginannya lebih besar, bahkan orang yang akan mati sekalipun, banyak sekali keinginannya. Ingin dikubur disinilah, ingin dibagikan harta warisannya, ingin dibacakan do’a untuknya lah. Hmmm... Manusia terlalu banyak keinginan.

Masa kecil, penuh dengan kegembiraan dan canda tawa. Meski ada sedikit hal menyebalkan karena pertengkaran kecil, masa kecil tetaplah masa yang menyenangkan. Bermandikan sinar mentari, menghirup udara persawahan yang segar, memancing ikan, menaikkan layangan, mengoleksi kelereng, berlari-lari kecil, bermain petasan. Terimakasih masa kecilku.

People grow up. Hidup harus menjadi semakin dewasa. Semakin dewasa saya maknai semakin banyak keinginan dan kepentingan. Semakin banyak perhitungan untung dan rugi. Kekhawatiran dan kelegaan. Entah bagaimana orang dewasa memiliih jalan bahagianya. Dan suka tidak suka, saya sedang menempuh jalan itu, jalan yang saya sendiri tidak tau alasannya. Dewasa itu aneh.

Ketika lulus, kemudian S2, mencari kerja, mencari pasangan, melamar, menikah, memiliki anak, membuat rumah, memiliki mobil, menyekolahkan anak, lanjut lagi S3, membiayai kuliah anak, naik haji, menikahkan anak, memiliki cucu, tua, dan mati. Haha, ini kah hidup yang di dambakan oleh jutaan sel sperma itu, Bintang? Kehidupan yang sederhana. Sederhana sekali.

Manusia hidup, mungkin karena ingin mencari kebahagiaan. Dan kebahagiaan adalah hal yang abstrak. Sedangkan, manusia hidup di dunia yang nyata, bukan dunia entah berantah dimana kebahagiaan berada dalam hati manusia. Ketidaksinambungan, bukan?

Sekali lagi, hidup itu sederhana, sesederhana kabut senja. Saya hanya ingin merdeka, meresapi belaian matahari dan angin pagi. Mencari kesaksian-kesaksian atas apa yang terjadi di Bumi Para Pendosa ini. Bersama alam, mungkin kita akan semakin mengerti, kehidupan tiada yang abadi. Sama halnya bintang yang berputar pada porosnya. Matahari yang mengelilingi bima sakti. Bumi yang mengelilingi matahari. Bulan yang berputar mengikuti bumi. Dan manusia, yang menjadikan kemerdekaan sebagai pembebasannya.

Apa yang kita inginkan di dunia ini? Tanyakan pada dirimu di usia 5 bulan sebelum lahir.


0 komentar:

Posting Komentar

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut