Mudahnya Menyakiti Hati Orang


Mungkin kita paling senang menyalahkan orang lain. Mengatakan sok aktivis lah. Pengganggu lah. Sok pintar lah. Sok ini. Sok itu. Apa pun itu. Itu namanya menyepelekan orang lain. Dan harus kita sadari bersama, jika kita merasa bahwa kita selalu berdiri di atas kebenaran, maka tak ada bedanya kita merasa bahwa diri kita adalah Tuhan Yang Maha Benar.

Tidak pernah ada orang yang ingin disalahkan dan diacuhkan. (Apalagi dikatakan kafir). Lumrahnya manusia, tidak ingin disakiti. Dan sadarkah kita, terkadang ucapan atau candaan yang kita anggap biasa-biasa saja, justru melukai hati kawan kita. Kemudian, dengan entengnya berkata, “Ah, lu terlalu sensi sih jadi orang.” Sayangnya, itu bukan kata yang menenangkan, namun justru tambah menyakitkan.

Sikap seperti ini yang penulis katakan dengan berlebihan. Sikap seperti ini pula yang tanpa disadari sudah masuk hingga ke sumsum tulang kita, menjadi sesuatu yang kita sebut dengan kebiasaan. Sehingga menyakiti hati sesorang kita tak anggap lagi. Bukan hal yang harus dipermasalahkan lagi. Karena menurut kita itu biasa. Tapi menurut orang lain tidak.

Contoh yang paling gampang:
Penulis adalah seorang yang kurus. Harus saya akui bahwa saya adalah orang yang kurus. Dan cukup hanya saya yang menyadari dan mengatakan diri saya kurus. Saya tidak perlu pendapat orang lain untuk mengatakan kalau saya kurus. Kenapa?

Pertanyaan kenapa ini yang seharusnya dijadikan sesuatu yang peka. Kalau Anda masih juga bertahan dengan anggapan, saya adalah yang paling benar. Pasti pertanyaan ini muncul. Baik, akan saya jelaskan...

Saya tahu kalau saya ini kurus. Dan kalian tidak pernah tahu, apa yang sudah saya lakukan dengan tubuh saya yang kurus. Dan apa ekspektasi saya dengan kekurusan saya. Apakah Anda tahu berapa kali saya makan sekali? Apakah Anda juga tahu, hal apa yang saya lakukan untuk tidak kurus? Oh, tidak, tidak, setidaknya Anda harus bertanya, kenapa sampai harus kurus?

Kemudian, dengan enteng Anda berkata, “Kurus banget sih!”

Mohon maaf, buat saya itu suatu penghinaan. Karena, yang ngasih saya makan, bukan Anda. Dan pergi kemananya kegemukan saya, Anda juga mungkin tidak tahu.

Kalau saya katakan, bahwa saya makan 4 kali sehari. Mungkin Anda tidak percaya. Di tambah lagi dengan multivitamin, cek cacing dalam perut. Anda mungkin tidak percaya. Padahal, ada beberapa teman saya yang hanya makan 2 kali, tapi gemuk luar biasa. Anda pasti akan membandingkan dengan itu.

Lantas, saya harus menyalahkan siapa? Dengan usaha memperbaiki pola makan saja tidak bisa? Tanpa Anda sadari, Anda mendorong saya untuk menyalahkan Tuhan. Saya tidak tahu ya, berapa hitungan dosa untuk orang yang mendorong melakukan tuduhan kepada Tuhan-nya.

Saya menyadari, sudah seharusnya disyukuri pula. Tuhan memberikan saya bagian tubuh yang masih utuh. Yang masih bisa merenungi kebesaran-Nya. Dan saya menyadari, mungkin bagian tubuh saya yang lainnya berubah menjadi amalan-amalan untuk di akhirat. Siapa yang tahu. Yang saya lakukan, hanya bagaimana menjadi manfaat buat orang lain.

Ini bukan seperti sebuah pembelaan. Bagaimanapun, saya mau menjadi gemuk. Usaha sudah dilakukan, rupanya Allah mau saya kurus dulu. Mungkin agar saya bisa kuat berlari. Naik gunung. Atau mungkin, kalau saya gemukan, ada musibah besar yang akan terjadi. Who knows?

Inti dari semua yang saya ingin sampaikan adalah berhati-hati dalam bersikap.

Tidak semua candaan itu menyenangkan, karena terkadang lebih menyakitkan.
Tidak semua keseriusan itu menarik perhatian, karena terkadang lebih menyebalkan.

Tidak semua prasangka itu benar, karena ada kalanya menjadi salah paham.
Tidak semua kelogisan itu suatu keharusan, karena ada banyak hal yang tidak kita pahami.

Tidak selamanya cinta itu membawa kebahagiaan, karena mungkin ia tak abadi.
Tidak selamanya benci itu mencuri kesengsaraan, karena mungkin itulah sebaik-baiknya sikap.

Tidak semua kedewasaan berpikir itu bijaksana, karena bisa jadi terlalu memaksa.
Tidak semua kekanakan itu menggemaskan, karena bisa jadi ia tak mau tahu.

Tidak selamanya bercita-cita itu baik, karena terkadang menyulut ambisi berlebih.
Tidak selamanya menghindari resiko itu pilihan tepat, karena kita tak pernah tahu jalan menuju takdir kita yang mana.

Tidak selamanya hidup itu perkara kebenaran atau kesalahan manusia
Namun, dari nyalah kita selalu bisa belajar untuk lebih bijaksana


4 komentar:

  1. Mungkin memang belum banyak mengenal hidup, makanya mudah menyakiti.
    Mungkin hanya terkotak pada satu golongan saja, tidak mau benar2 berbaur dengan lainnya, makanya mudah menyakiti.
    Mungkin tidak pernah ada yang mengingatkan, makanya mudah menyakiti.
    Mungkin mereka terlalu perhatian, makanya bilang, kok kurus banget sih.
    Mohon maaf lahir dan batin ya, selamat hari raya idul fitri.
    #eh belum yak

    BalasHapus
  2. Seperti membaca apa yang saya rasakan...
    sederhana dengan kekuatan makna yang terikat...

    BalasHapus
  3. Semoga amalnya di terima di sisi-Nya, Mbak. hehe :)

    BalasHapus

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut