Entah tanggal berapa. Pagi itu, masih teringat jelas garis cahaya mentari merembes masuk dari celah kecil kaca jendela yang mulai berdebu. Gw duduk bersandar di pintu, sedang lainnya masih sibuk dengan urusannya masing-masing.
“Hoi, Fa. Bukannya pengumuman FIM itu hari ini ya?” Sebut saja sahabat gw ini namanya Masdem.
“Iya, Mas. Gw kayaknya nggak bakalan ikutan deh. Setelah gw pikir-pikir, terlalu besar pengorbanan yang harus gw keluarin”
Masdem terdiam, seakan asik dengan internetnya.
“Udah keluar, Fa. Mau gw liatin nggak?”
“Haisssh... Nggak usah deh, Mas.”
“Haha, gw liat ya,”
Gw hanya berdo’a dalam hati, “Ya Rabb, semoga nggak lolos. Apapun itu, plis, jangan dilolosin.”
“Ini nama lu ada, Fa!”
“Hah? Seriusan lu? Ada berapa anak IPB?”
“Ada 8 kayaknya”
. . . .
“Mbak, aku keterima FIM e...”
“Wes, bagus toh. Selamat ya”
“Aisssh... Aku kayaknya nggak ngambil,” dia mempelototiku dengan cara yang aneh. Seperti nggak percaya.
“Apa? Kamu ngomong apa tadi?”
“Anu, mbak. Aku UTS, ndak mungkin lah aku ninggalin UTS.”
Dia memukul bahuku dengan Hape yang dipegangnya, “Heh, Al. Dari awal juga bukannya kamu udah tau kalau FIM itu barengan sama UTS?” Gw hanya mengangguk. “Lha, terus kenapa kamu apply?”
“Ndak tau, aku iseng aja. Terus lolos. Suer deh, mbak.”
“Aku ndak rela ya kalau kamu lepas FIM itu. Kamu dzolim, Al.”
“Lha, kenapa?
“Kamu dzolim sama panitia yang udah milih kamu. Kamu juga dzolim sama peserta yang bersaing sama kamu. Kamu ndak tau sih gimana cara nentuin pesertanya,” Dia, sebut saja namanya Atika. Atika Luthfiyyah.
“Terus aku harus gimana nih, mbak?”
“Aku ndak mau tau. Kamu urus ijin kamu buat UTS. Tanggung jawab ya!” nadanya agak kesal, tapi gw tau, nggak biasanya dia tegas kayak gini. Alumni FIM. Dia selalu menceritakan dirinya. sebagai FIM angkatan 7.
You know? Kadep gw itu luar biasa susahnya diajak negosiasi. Gw yakin, untuk hal yang seperti ini (pelatihan mahasiswa tingkat nasional, red), bukan alasan yang syar’i buat dia ngasih izin ke Gw. Apa lagi dalam hal UTS.
“Ke kantor nggak ya?” Batin gw penuh bimbang. Kalau gw ke Kantor departemen, pasti gw dicaci, dihujat, dan gw udah bisa menduga hasilnya: 99% pasti ditolak. Satu persen itu gw sisain kalau-kalau dia lagi keluar kota atau keluar negeri, dan urusan perizinan itu dihibahkan ke sekertarisnya.
“Ah, Cari cara lain,” pikir gw.
Hidayah pun datang. Penawaran bagus. Jawaban yang bagus juga. “Fa, urus perizinan yuk ke Direktorat Kemahasiswaan,” sms seorang teman. Singkat cerita, sukseslah gw membungkam kekuatan ketua departemen dengan mandat resmi dari posisi yang lebih tinggi lagi. Sukses berat!
. . . .
22 Oktober 2011. Masih ingat betul, pertama kalinya gw datang ke Taman Rekreasi Wiladatika. Kami naik angkot yang dicarter. Biasa lah mahasiswa. Semoga kesahajaan ini terbawa sampai gw jadi “orang” nanti. Amin.
Jong Bali-Nusa Tenggara Barat, adalah kelompok yang bakalan menemani suka dan duka gw selama seminggu. Sebentar, gw absen dulu. Ada Afdil, Dhay, Yeti, Dewa, Hilmi, Ina, Elyas, Linda, Nasution, Syukur, Indie, Hairul, dan Fanny. Juga Bang Maula dan Bang Tian sebagai fasilitator setia kami.
Anu, nggak bakalan gw ceritain semuanya. Poin pentingnya aja. Gw dan kawan2 berkesempatan buat ke Villa di Maleber selama 3 hari. Social project di sana. Everything selama seminggu gw alami bersama mereka. Kocak lah. Sebel lah. Semangat lah. Ngantuk lah. Dingin lah. Semuanya deh. Tapi, ndak ada yang buat gw paling berkesan, kecuali saat Pentas Seni itu.
Dikatakan Show-D, mungkin gw belum pantas. Karena sejujurnya, gw dibantu oleh teman-teman gw yang super. Konsep awal memang ada di gw, tapi tetap, setiap penambahan ada saja dari mereka. Ceritanya adalah kami selalu ndak ngerasa cukup siap dengan pentas seni ini.
Selalu saja materi yang disampaikan oleh FIM hingga larut malam. Bahkan sering lewat dari pukul 23.00. So what? Gw agak bingung, sekiranya gw paksain, teman2 pasti pada capek. Ok, alhasil setiap latihan selalu tidak optimal. “Subuh ya...” Kata Afdil, ketua Jong kami. Tapi, kenyataannya subuh pun tidak cukup rupanya. Satu dan lain hal telat lah, ada olahraga pagi lah. Sumpah! Kami stress saat itu juga.
. . . .
28 Oktober 2011. Sehari setelah renungan malam sumpah pemuda yang membuat gw enggan mendengarkan orasi-orasi idealis mahasiswa. Batin gw: “Nggak usah ngomong masalah idealis sama gw saat masih kuliah! Omong Kosong itu! Apa yang mau diidealisin kalau semuanya memang sudah idealis? Buktikan aja pas udah lulus nanti. Semoga apa yang kalian –tentunya gw juga- yakini adalah benar-benar suatu kebenaran yang patut diperjuangkan!”
Siang menjelang sore itu, rintikan hujan membasahi teras aula. Rerumputan tampak riang menyambut. Kami usai berkumpul di dalam aula usai pentas seni. Masih terlihat jelas aura kegembiraan kami, Jong Bali-Nusa Tenggara, setelah dinobatkan sebagai Pentas Seni terbaik. Haru biru menyelimuti, serta rasa ketidakpercayaan masih mengawang-ngawang. Apa yang sebenarnya terjadi?
“Ini lah penampilan Jong Bali-Nusa Tenggara!!!”
Suara musik distel. Dia yang duduk dioperator sana, Dewa namanya. Gw masuk dengan pakaian serba hitam, muka ditutupi oleh rimpu (sejenis pakaian adat Bima dari sarung, biasanya dari tembe nggoli), sehingga yang tampak hanya mata saja. Persis ninja. Gw mengibarkan sebuah selendang Bali. Berlari kesana-kemari. “Kuasai panggung!” Lirih gw dalam hati. Dari seberang, sahabat gw juga berlarian, namanya Hilmi. Dia berkostum layaknya seorang pendekar nusantara. Ditemani oleh Fanny yang menari. Ini representasi dari Kedaulatan Indonesia.
Gw sebagai Asing. Hilmi sebagai rakyat Indonesia. Dan Fany sebagai Ibu Pertiwi. Adegan pertama tetap sama. Kami menghayati puisi yang dibaca oleh Linda dengan intonasi bercerita. Semua mata tertuju pada kami. Hening. Irul, pasangan Linda dalam membaca puisi. Mereka membawakan dua puisi berantai. Linda sebagai Indonesia Berduka. Sedangkan, Irul untuk puisi mahasiswa tingkat akhir. Mereka membaca sambung menyambung. Justru hiburannya muncul disetiap kalimat yang disambung oleh dua puisi yang berbeda itu
Kami menghayati peran yang kami mainkan. Bahkan Gw tidak percaya, “Bagaimana mungkin totalitas ini muncul dengan latihan yang seadanya?” Gw seret Hilmy. Fanny menangis. Gw bungkam hilmy dengan selendang. Dia merintih. Pas betul, sesuai dengan apa yang gw pikirkan. Bahkan lebih! Begitu pula untuk peran mahasiswa tingkat akhir yang dimainkan oleh yang lainnya.
Penampilan Pentas seni ini ditutup dengan Tarian Kecak yang tidak pernah sempurna kami lakukan saat Latihan. Tapi entah kenapa, keajaiban datang lagi! Total! Total! Gw nggak pernah menyangka akan seperti ini! Kami menuntaskan tugas kami menari tarian kecak dengan kombinasi tarian dan nyayian jawa. Terimakasih kepada Dewa yang cerdas menyetel lagu yang pas.
Sesi Komentar dimulai. Gw ingat banget kelompok-kelompok sebelumnya dikritik habis-habisan oleh Bunda. “Saya.. saya nggak bisa berkata apa-apa. Kalian terlihat sempurna sekali hari ini,” kata juri. “Saya juga no commend! Kalian menghibur banget!” kata juri yang satunya lagi.
“Anandaku, Ini yang Bunda tunggu dari tadi. Pentas yang seperti ini yang Bunda harapkan dari kalian. Kalian menampilkan suatu pertunjukkan dengan pesan dan nilai yang sangat mengena. Bunda kasih kalian nilai 91!”
What? Setelah sebelumnya bunda ndak pernah ngasih nilai di atas 80. Sekarang, Bunda ngasih 91? Gw ingat banget momen ini.
. . . . .
“Kak Alfa! Gimana ini?”
Gw juga terlihat kebingungan.
“Udah teman-teman, pokoknya kita berikan penampilan kita yang terbaik!” kata Afdil memberi semangat.
Gw ambil bicara, “Teman-teman. Gw tau, kita belum latihan secara optimal. Tapi, gw tau, kalian orang-orang yang luar biasa. Nggak usah hiraukan, pokoknya teman-teman hayati saja apa yang dibacakan oleh Irul dan Linda. Berekspresilah tanpa batas. Gw yakin, kita bisa!”
"Yo, semangat teman-teman," kata Hilmi menggebu-gebu.
Yosh! Semangat itu bangkit lagi!
. . . . .
28 Oktober 2011. Tepatnya pukul 22.00 waktu setempat. Gw berempat duduk di Bengkel Lanskap, semacam tempat belajar di Fakultas Pertanian. Gw harus nanggung konsekuensi gw ngikutin FIM. Besok, mulai dari pukul 08.00, gw harus ujian susulan 4 Mata Kuliah sekaligus. No dispensasi! Dan semuanya, Mata Kuliah yang HOT!
Apa yang telah gw lakukan? Belajar? Nggak! Niatnya pas lagi di FIM, malamnya gw pengen belajar. Jangankan belajar, latihan Pentas Seni aja nggak bisa. Dari jam 23.00 sampai jam 07.00 gw ketiduran. Ya, gw ketiduran di rumah teman gw. Tanpa belajar sama sekali. Ini indikasi gw benar-benar tepar! Subuh kesiangan parah. (Maafkan saya ya Allah. Benar-benar di luar kendali sekali ini)
Jam 8.00 gw mulai ujian. Entah kenapa ujiannya jadi lebih mudah. Kebayang semua jawabannya di otak gw. Gw ngerasa ada campur tangan Tuhan dibalik ini semua. Nilai UTS Gw selamat. UAS pun harus lebih baik.
. . . . .
Jauh sebelum 31 April 2012, gw udah berusaha melakukan yang terbaik sebisa gw. Maaf kalau memang tidak sempurna. Deadline lah, negosisasi izin lah, kesasar lah, gw pikir ini hal yang biasa gw alami sebagai mahasiswa IPB yang lemah dalam hal geografi. Ya, kesasar seperti sebuah rutinitas. Bahkan saat di FIM 12 ini, gw bolak balik ke Depok buat Latihan Gabungan Beasiswa. Gw nyasar sampai negeri entah berantah. Akhirnya gw dengan bijak mengambil keputusan. Nanya ke tukang ojek sekitar.
Yang mengerikan adalah, kenapa gw harus maag di tanggal 29 April? Sumpah! Gw udah berpikir, maag kronis gw kambuh lagi. Perih, Men! Gw malam itu harus tidur jam 2an untuk menahan perih lambung gw. Paginya ke depok. Dan di Latgab ngantuknya bukan main. You know what? Gw makan makanan yang pedes dari tanggal 30 sampai tanggal 2 Mei 2012. Artinya, benih maag itu akan tertawa lantang!
Kondisi tubuh gw jadi drop, ditambah lagi tidur di ruangan yang luar biasa AC-nya. Gw sepertinya tidur dengan orang-orang dari suku Eskimo. Datanglah pilek, demam, panas dalam, hal-hal yang biasa gw alami. Oleh karena sakit dan nggak enak badan ini, selama di FIM gw kebanyakan DIAM. Dan nggak enaknya, ada teman-teman panitia merespon negatif hal ini. Nganggap gw aneh, terlalu pendiam, beraura negatif, atau hal lainnya. Ya, ga apa-apa lah. Gw nggak tau harus berbuat apa lagi. Pokoknya gw jalanin peranan gw sebagai coach dengan sebaik mungkin. Membantu panitia lain, jika memang dibutuhkan.
Gw emang jarang senyum dihadapan lawan jenis, bukannya berlagak sok cool. Bukan. Gw emang lagi nggak enak badan banget. Dan... Dan... Gw orangnya suka nggak enakan sama cewek. Itu alasan gw yang paling besar. Kecuali sama si Atika Luthfiyyah yang bawel itu. (haha, Piss, mbak!)
. . . .
2 Mei 2012. Berdirilah Gw di samping papan partisi pembatas. Menyaksikan malam api ekspresi (sebutan lain dari pentas seni, red). Sekelabat bayang-bayang ketika dulu gw menjadi peserta FIM 11. Seakan dia nggak pernah menipis. Selalu saja menjadi satu kenangan yang unik.
Di kondisi tubuh yang drop, mudah lelah, dan demam tak beraturan ini, gw merasa ada sesuatu dengan FIM ini. Sesuatu yang tidak bisa ditakar oleh otak gw sekalipun. Atau dalam bahasa filsafat sekalipun. Entah apa yang ada di dalam benak Pak Elmir dan Bunda Tatty saat membuat FIM ini?
Satu hal yang gw batinkan malam itu: “GW NYESEL BANGET MASUK FIM”
Jujur gw harus katakan, FIM ini bukanlah suatu organisasi yang elit. Dilayani dengan hidangan-hidangan mewah. Makan saja hanya disponsori oleh nasi padang. Tidur bukanlah di hotel dengan ranjang mewah. Amboi... FIM ini bukanlah organisasi hura-hura. Tapi, di FIM gw selalu merasakan adanya cahaya-cahaya, seperti yang disampaikan oleh mereka: Kunang-kunang.
Gw nyesal, kenapa gw harus bertahan dengan ego gw dulu. Nggak pernah tertarik masuk FIM, karena gw pikir apalah artinya sebuah forum diskusi yang hanya menghasilkan wacana? Bahkan setelah mengapply satu kali, Gw katakan satu kali lagi, Gw hanya harus meng-apply satu kali, tapi gw hampir menyia-nyiakan? Setelah tahu kenyataan, banyak peserta yang sangat menginginkan bergabung dengan komunitas ini. Mereka rela meng-apply 3 sampai 4 kali. Gw merasa, gw manusia yang paling tidak pandai bersyukur. Ternyata ini alasan mbak Atika kesel sama Gw tempo hari.
Gw menyesal, kenapa gw nggak dari dulu seharusnya bergabung dengan keluarga kunang-kunang ini?
Ternyata jawabannya ada di dalam Kitab Lahul Mahfudz, Sebuah skenario besar Tuhan Yang Maha Besar. Mungkin ketika dulu gw apply FIM, gw nggak lolos karena saingan gw jauh lebih hebat dari gw. Terus gw malas nge-apply lagi karena merasa disia-siakan. Atau mungkin lolos, tapi gw nggak betah karena dapat teman sekelompok yang membosankan. Dan Allah telah membolak-balikkan hati seorang hamba-Nya. Adalah momentum dimana dia meng-apply form pendaftaran FIM tanpa disadari. Gw bersyukur untuk itu semua. Karena Allah tahu apa yang kita butuhkan.
Menjadi Panitia FIM 12, lebih memiliki catatan tersendiri. Pengalaman menjadi coach, meski hampir sama dengan beberapa tugas Fasilitator Training yang pernah gw jalani. Tapi lebih dari itu semua. Ada ikatan kekeluargaan yang membuat kita mengharu biru.
Gw bersyukur menjadi bagian dari kumpulan cahaya kunang-kunang ini. :)
Subhanallah alfa..
BalasHapuskemarin ingin menyapa dan berdiskusi memang segan,,,
Aku suka banget denger lagunya Mocca ini kalo inget FIM
BalasHapus"I remember...The way you glanced at me, yes I remember
I remember...When we caught a shooting star, yes I remember
I remember.. All the things that we shared, and the promise we made, just you and I
I remember.. All the laughter we shared, all the wishes we made, upon the roof at dawn
Do you remember..?
When we were dancing in the rain in that december (ganti dgn Oktober)
And I remember..When my father thought you were a burglar
I remember.. All the things that we shared, and the promise we made, just you and I
I remember.. All the laughter we shared, all the wishes we made, upon the roof at dawn
I remember.. The way you read your books,
yes I remember
The way you tied your shoes,
yes I remember
The cake you loved the most,
yes I remember
The way you drank you coffee,
I remember
The way you glanced at me, yes I remember
When we caught a shooting star,
yes I remember
When we were dancing in the rain in that december
And the way you smile at me,
yes I remember"
Btw, itu bulannya salah ketik, fa -_-"
Ndak usah segan, Mal. Saya ndak gigit kok.
BalasHapusBulan yang mana, Chi?
Ichi galau mulu.
buat para cewek/akhwat/wanita/perempuan/janda/nenek2 yg baca ini. ini adalah pencitraan kalo seorang Aldian Farabi COOL. hahaha
BalasHapus*kabooor
T.T
BalasHapusAku ndak pencitraan. Parah banget nih bocah.
Gw ampe spechless bacanya, fa :')
BalasHapusUntung tiko galak sama alfa, hahahaa :))
Well, setiap usaha yg kita lakukan akan mendapat balasannya, sekecil apapun usahanya. benar begitu, amal, ichi, tiko? ;)
Syafakallah..lekas sembuh yaa, faa :)
Alfa : Tadi perasaan ichi udah balas kok g ada y? Bulan yg salah ntu,,,coba cek lagi postingannya, fa.. Oktober, bukan September..
BalasHapusKalo soal lagu,,itu bukan galau,,tapi representasi kalo inget saat2 lagi FIM11 kemarin,,ngena banget tuh kata2nya
k tika : kenapa suka kabur y?:P
k riesni : hmm,,mantap! hmm,,mantap! hmm,, mantap!
sahabat gw satu ini, masih inget sedetil itu dengan memori 6 bulan lalu. hha. ketika si pujangga beraksi ..
BalasHapusMbak Riesni: Mbak Tika mah ndak ada lembut... Lembutnya sama aku. Haha. Katanya mau jadi wanita anggun. haha.
BalasHapusAmien. Makasih mbak Riesni.
Ichigo: Haha. Kirain September. Itu bener-bener lupa, bukan kgilaf di penulisan. Bukti kalau aku manusia juga. #apasih?
Afdil: Lu juga masih ingat kata-kata gw. Artinya, memang bukan momen yang harus dilupakan. :)
ckckck...lupanya manusia kebangetan yak,,udah nulis oktober jadi september lagi...ahahaha... Inget lagi kalo baca tulisanmu "aura negatif"... *kocakngangakgulingguling*
BalasHapus#menungguresponktika#
Ahaaaa...Alfa udah kaa' novel FIM nihhh....oh ya bener nggak tuhh bukan Septemnber angkatan kita??bukanna Oktober ya???kan bertepatan dengan hari sumpah Pemuda?? moga bermanfaat untuk semua ya :)
BalasHapusWah subhanallah suka2..
BalasHapusBersyukur bsa jdi anggota keluarga kunang2
Wah subhanallah suka2..
BalasHapusBersyukur bsa jdi anggota keluarga kunang2
Ichi: Eh, salah ya? haha.
BalasHapusHabisan, aku dapat kata-kata aura negatif itu dari Ichi. Aku bisa nebak, siapa orang yang bilang itu. haha
Amri: Iya, seharusnya oktober. haha. Ok, semangat, Ri.
Gia: :)