Mahesa #17 Terlacak


‘Hutan?’ Bathin Hen, “kita hendak kemana, Pak?” Toi menoleh ke belakang. Ia memperhatikan mobil merah yang dikemudi Bas masih mengekor. Askar tersenyum melirik ke arah kaca spion, kemudian mengintip lewat kaca di depannya. “Posko militer terdekat memang agak tersembunyi ke dalam. Jangan kuatir.”

Toi memperhatikan Arloji yang dikenakan Askar di depannya. Sekitar jam 7 lewat. Dua Askar yang lainnya duduk tegap menghadap ke depan. Mereka semua dilengkapi sepucuk senjata api. “Kejadian seperti ini sudah lazim terjadi, Khun.”

“Oleh?”

“Mereka yang tidak bertanggung jawab.” Toi menelan ludahnya. “Korban dari pihak?”

“Kadang Askar, kadang warga Pattani. Lebih banyak tak dikenal.”

Mobil mereka memasuki pekarangan sebuah posko militer. Beberapa camp berdiri di sana. Beberapa tentara sedang berjaga-jaga. Posko ini lebih tampak seperti posko darurat. “Ayo silahkan,” Seorang Askar mempersilahkan turun.

Bas memarkirkan mobilnya. Wajahnya tampak sedikit lebih gugup. Askar tersebut memberikan laporan kepada Askar lainnya. Kemudian menghampiri mereka bertiga. “Ayo silahkan masuk ke camp ini.” Tak ada perabotan sama sekali. Yang ada hanyalah sebuah meja dan dua buah kursi dari kayu. Hen menatap rekannya Toi. “Dimana kami akan membuat laporan, Pak?” tanya Hen.

“Di bawah sini,” Askar tersebut membuka gulungan tikar yang ada di bawah pijakan mereka. Sebuah tangga menuju bawah tanah. ‘Terlalu simpel untuk sebuah tempat persembunyian yang tidak dicurigai’ bathin Hen dalam hati. Mereka berjalan menelusuri terowongan yang hanya disinari oleh lampu beberapa watt.

Derap langkah mereka terhenti. Ketika kemudian Askar tersebut berbalik dan

“Siapa kamu sebenarnya?”

Askar tersebut mengarahkan laras senjatanya tepat ke mereka bertiga. Dua orang yang mereka anggap Askar di belakang pun melakukan hal yang sama.

“Ada apa ini?” mereka serentak mengangkat tangannya.

“Merapat ke dinding,” pintanya setengah berkomando. Ia memberi aba-aba dengan senjata di tangannya. “Lakukanlah apa yang saya pinta, maka kamu akan selamat, hei orang Thai.”

Mereka bertiga merapat ke dinding. Wajah Bas pucat pasi. Sejak awal dia khawatir hal semacam ini akan terjadi. “Jangan membuat gerakan yang mencurigakan.” Ia mulai meraba pakaian Bas. Sebuah kunci mobil jatuh di lantai lorong yang lembab. Ia menyepak ke arah rekannya untuk diamankan. Kembali memeriksa pakaian Toi. Ia tak menemukan apa-apa. Hen tampak tegang. Ada sesuatu yang ia sembunyikan.

“Mana pesan itu?”

Hen terdiam.

“Saya hanya menjalankan tugas. Mari kita berdamai. Berikan pesan itu.” Ia menempelkan larasnya ke kepala Toi.
Hen tak punya pilihan lain. Mentalnya belum dilatih untuk menghadapi keadaan seperti ini. Ia mesti lebih memilih keselamatan rekannya. Ia merogoh kertas di balik ikat pinggangnya. Seseorang yang berpakaian Askar tersebut mengambilnya.

“Baik,” jalan lah.

Mereka menelusuri lorong tersebut. Tak ada suara kecuali langkah kaki mereka. Juga detak jantung Bas yang semakin kencang. Ia mungkin semakin menyesal diikutcampurkan dalam perjalanan kali ini. Ya, ia mesti menyesal.
Seseorang telah menunggu di sebuah ruangan putih. Tampak ia seperti warga sipil biasa. Berbaju polo kuning. Celana jeans. Dan sebeatang rokok. Ia tampak menikmati kepulan asap yang menutupi wajahnya. Namun, tunggu, Hen tampak mengenali seseorang yang ada di hadapannya.

“Kita bertemu lagi rupanya,” seseorang yang dilihatnya di perbatasan Yala kemarin malam. “Anda....”

Khob khun krub, Khun,” ia berjalan mendekati. “Tidak kusangka komplotan mereka dengan mudah memberikan informasi kepada kalian. Kemudian, saya curiga. Siapa pimpinan pers kalian, sehingga dengan begitu mudah memiliki akses ke dalam?”

“Ali Yanoogakul dan Zubir Jeeraghaskhan,” ia melempar dua dokumen ke atas meja. “Apa yang ingin kalian liput, huh?” ia duduk di atas mejanya.

“Betapa bengisnya Junta militer Thailand terhadap kaum pendatang di selatan? Begitu? Hei, lihatlah, kalian orang Thai. Bergunalah sedikit untuk bangsamu.”

Ia kembali ke kursinya. Wajahnya klimis, tampak sekali ia merawat dirinya dengan sangat baik hari ini. Ia menoleh ke arah anak buahnya. Mereka bergegas ke luar dan membawakan tiga buah kursi besi yang dicat warna hitam. Mereka bertiga duduk di sana.

“Aku orang baik-baik. Apa yang ingin kalian tahu?” ia memasang wajah serius.
Hen. Toi. Juga Bas. Hanya terdiam mengamati gerakan bibir salah seorang pimpinan di depannya tersebut. Mereka memilih diam.

“Apakah aku tampak seperti seorang pembunuh?”

Hen menggeleng.

“Bagaimana jika aku mengatakan bahwa pimpinan perusahaanmu adalah pembunuh,” ia mengambil sebuah dokumen di atas mejanya tadi, “dan negara merekam semua catatan buruknya.” Ia membuka sebuah lembaran dan melemparkannya kembali ke atas mejanya.

“Lihatlah!”

Hen memberanikan diri membaca lembaran dokumen tersebut. Tampak foto pimpinannya dari samping. Disana tertuliskan lembar kriminalnya. ‘Perencanaan pembantaian keluarga hakim.”

“Buron?” Toi bertanya.

“Tidak lagi.”

“Ia bebas dari tahanan percobaan,” lanjutnya.

“Betulkah? Dia tampak seperti orang baik-baik,” seru Toi.

“Berhentilah bermimpi. Kita ini sedang perang.”

Tiga orang Junta tersebut membekap mereka bertiga. Kemudian melepaskannya dalam keadaan tak sadarkan diri. Jureerat, nama junta tersebut. Di sebut-sebut seorang kolonel. Memberikan perintah dalam sandi bahasa. Mereka dibawa pergi dari ruangannya. Kemudian hening kembali. Senyap. Tanpa suara. Sebuah kertas yang diperolehnya tadi dia buka.

“Bangsat!” pekiknya keras.

Tulisan Jawi tersebut tidak lain menginformasikan lokasi tempat ia berpijak.|

0 komentar:

Posting Komentar

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut