Seperti biasanya, hari-hari di bulan Desember menjadi lebih dingin dari bulan lainnya. Ini adalah setengah tahun terakhir sebelum saya diluluskan dari kampus dengan gelar Master. Semoga tidak ada kendala berarti. Desember menjadi puncak kegelisahan saya, bukan karena apa, kealpaan panas matahari yang membuat semuanya menjadi serba dingin. Desember age, semacam serangan mental bagi saya yang seorang anak musim panas.
Kampus seperti biasa, beraktivitas selayaknya di hari2 sebelumnya. Mahasiswa-mahasiswa berbaju putih hitam tengah sibuk dengan tugasnya masing-masing, ada yang sekedar bercanda, atau menghabiskan slide demi slide untuk ujian beberapa hari kedepan.
Perpustakaan adalah salah satu tempat favorit saya. Di hari biasa, saya sering berpikir bahwa bangunan ini terlalu luas untuk ukuran perpustakaan kampus. Tidak dinyana, hari-hari seperti ini sangat sulit ditemui tempat duduk kosong untuk mengerjakan tugas atau sekedar menyetel siaran youtube. Ribuan mahasiswa berbondong-bondong menjadikan perpustakaan sebagai pasar hening. Beberapa mahasiswa bahkan memilih untuk duduk tanpa alas di beberapa sudut bangunan. Menakjubkan, pikirku.
Di luar sana yang dingin dan kering, orang-orang tua sibuk berjalan. Tiada terik. Namun tidak berkeringat sama sekali. Mungkin pori-pori mereka sudah jenuh atau mungkin keringat sedang bergurau panjang di Desember age ini. Diam-diam John memandangiku, sepeda kesayangan yang kutemui di sebuah pasar bekas. Seolah-olah dia mengajak saya berkeliling lagi. Tidak tahu kah dia, saya sudah hampir putus asa berkompromi dengan keringat. Desember age ini, sungguh sebuah fenomena alam.
Jika sahabat melihat di wikipedia, Thailand memiliki 2 musim, panas, muson dan hangat. Kalau kata Ajarn saya, "In Thailand, we only have 3 season: hot, hotter, and hottest". Dan sepertinya Desember age tidak dihitung sebagai sebuah musim.
Atau mungkin, hanya saya yang merasakan Desember age?
0 komentar:
Posting Komentar