Sejarah itu seperti waktu yang berbicara, ia akan menjadi sebuah melodi yang mengharukan, dentuman keras yang menyakitkan, atau parade kebahagiaan. Sejarah, sebuah prosa tentang masa depan. Karya manusia zaman dahulu yang tidak semua orang menyukai apalagi memahaminya.
Sekali lagi saya menuliskan betapa besar kecintaan saya kepada sejarah. Saya bisa duduk berjam-jam hanya untuk menghabiskan sebuah bacaan beromansa sejarah. Atau sekedar memanjakan mata dengan tayangan-tayangan benuansa masa lalu. Sejarah kemerdekaan Indonesia, salah satunya.
Jika Amerika bangga dengan sejarah bangsanya, kenapa kita tidak? Kenapa orang lain harus ikut campur dalam sejarah bangsa kita? Itu lah kenapa, di satu sisi saya mendukung karya Joshua Oppenheimer di sisi lain saya selalu skeptis terhadapnya. Orientalis Oportunis. Begitulah kira-kira.
Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tjokroaminoto, Dipa Nusantara Aidit, Kartosoewirjo dan lainnya, selalu tidak habis-habisnya untuk dijadikan topik. Kali ini, saya hanya ingin membahas apa yang ditayangkan oleh film Soekarno: Indonesia Merdeka. Sebuah karya Hanung Bramanto.
Akhirnya saya membuka mata kembali kepada
Soekarno. Tokoh yang sebenarnya saya tidak terlalu sukai karena terlalu
didewakan oleh banyak orang di Indonesia, tetapi menyimpan banyak cacat
sejarah. Tetapi, harus saya akui, dia biang kemerdekaan Indonesia.
Seseorang yang diterima oleh sebagian besar (mungkin) rakyat Indonesia. Dan seorang yang ditokohkan untuk dijadikan icon bangsa. Soekarno, salam hormat saya sama bapak. :)
Ditambah lagi saat Bung Karno berkata, "Dan kalaupun kita bukan pemimpin yang baik, biarlah sejarah yang membersihkan nama kita."
Sepontan saya ketawa. #IfYouKnowWhatIMean <ok+ctrl+skip>
Banyak insight yang bisa diambil dalam film soekarno ini. Dan please, sejarah itu tentang siapa yang menang. Jadi, jangan pernah diambil pusing tentang ini dan itu yang nggak sesuai dengan sejarah yang kamu pernah terima sebelumnya. Dan saya pengen banget ngomongin tentang Sjahrir. Emang sih filmnya Soekarno, tapi yang paling getol dibahas itu buat saya ya tokoh yang diperankan Tanta Ginting. Sjahrir.
Sjahrir ini salah satu tokoh yang membuka wawasan saya. Pernah, saat saya membaca buku tentang Sjahrir yang diterbitkan oleh Tempo (agar kamu mengerti tendensi si empunya percetakan), sepanjang membaca saya berdecak kagum. Istilahnya, Sjahrir ini lah menteri luar negeri dan taktis sebenarnya, berdampingan dengan datuk Tan Malaka #ups.
Pernah dengar Indonesia jadi negara serikat? Pernah dengar Indonesia punya perdana menteri? Ya Sjahrir ini lah salah satu perdana menteri kita. You might did not know it before, or you might forget it. Itu pun kalau buku sejarah yang kamu baca bukan doktrinasi pemerintah sekarang, apalagi orba. haha.
Sepak terjang Sjahrir ini nggak banyak dimuat oleh buku-buku sejarah mainstream, padahal jasanya untuk negara sangat banyak. Tetapi memang, satu hal yang tidak bisa hilang dari sjahrir adalah partai sosialis dan parlente-nya. Sjahrir ini pola pikirnya agak kebelandaan menurut saya. Di saat pejuang lain ingin merebut kemerdekaan secara keseluruhan (mereka 100% ala Soedirman), dia malah berpikir visioner. Bahwa terbentuknya sebuah negara akan semakin kuat ketika mendapatkan status de jure. Itu lah mengapa dia banyak melakukan kunjungan ke negara barat untuk bernegosiasi dan mendapatkan pengakuan.
Kita mah dulu suka sekip-sekip aja. Indonesia proklamasi, Indonesia diakui. Nggak segampang itu bero. Butuh perjuangan besar untuk mendapatkan pengakuan. Ingatlah, kenapa adanya agresi militer belanda sampe dua kali? Karena masih banyak bangsa eropa yang belum mengakui kemerdekaan. Ini jadi isu politik internasional saat itu. Sepak terjang Bung Kecil inilah yang banyak andil. Sayang, pada akhirnya Sjahrir sakit dan harus meninggal di Swiss karena dibuang oleh Soekarno. Ini lah sikap politik bung karno yang sering dihilangkan oleh buku-buku sejarah. Tapi yasudahlah, mereka juga manusia biasa. Bukan wahabi.
Pun Soekarno mendapatkan perlakuan yang sama saat meninggal di jaman Soeharto. Dan Soeharto dibalas juga di jaman reformasi. Bumi ini berputar, Bung. Kalau diam namanya ngambek-ngambekan. :D
Satu hal lagi yang menunjukkan Indonesia ini masih nggak fair sama pahlawannya, itu kok fotonya Sjahrir di museum nasional cuma ada satu? Itu pun foto bebarengan sama orang banyak? Wkwkwkwk. Ah, sudahlah, sejarahkan tentang siapa yang menang.
Dan yang terpenting, terimakasih sudah mengantarkan kami ke pintu gerbang sejarah, Bung! #respect
I do, respect! :D
BalasHapus