Maling zaman sekarang emang udah nggak tau tata krama. Mana udah masuk tanpa izin. Ngambil punya orang ndak bilang-bilang. Masa bodo, meskipun file yang diambil adalah dokumen-dokumen yang menyangkut hidup dan mati seseorang (ceile). Kalau udah ketangkap basah ndak mau ngaku. Eh, main ganti nama orang sembarangan pula. Benar-benar sudah melanggar hak asasi manusia lima kali lipat. Ini yang saya alami pada tanggal 1 Februari silam.
Sepertinya sang maling emang udah tau kalau kosan saya udah terbiasa nyaman. Kasus kemalingan emang ndak pernah terjadi di kosan. Dulu sih pernah. Tapi, dulu banget. Sebelum saya ngekos. Akibatnya, bahkan mau mandi pun saya dan penghuni lainnya jarang yang nutup pintu kamar. Atau saat beli makan juga.
Saya lagi rebahan, saat itu sekitar jam 6.30 pagi, wah maaf-maaf nih, saya belakangan suka insomnia. Jadi, abis shalat subuh, suka tidur lagi. (Hehe, ngeles). Saya dalam keadaan tidak sadar, kepala pusing, kamar tidak dikunci.
Tiba-tiba, entah insting apa yang nyuruh saya membalikkan badan. Ada seseorang yang mengenakan helm sedang jongkok dan mau ngambil leptop saya. Sepontan saya bangun, kalau dinovel-novel biasanya diceritakan dengan bahasa: terkejut dan hendak melompat.
“Mas, mau ngapain, Mas?”
Dia kaget. Entah kaget karena saya pergoki, atau karena bahasa saya yang tidak efisien karena make kata Mas dua kali. Tapi, sepertinya si Do’i (Maling, red) ndak ngerti pelajaran inefisiensi bahasa deh.
“Mas Agus bukan?”
“Hah? Agus? Mas mau ngapain megang-megang leptop saya?” Saya hampiri lebih dekat.
“Saya lagi nyari Agus. Mas Agus bukan?”
“Kok nyari Agus di leptop saya?” Saya semakin mendekat, menatap wajahnya. Gelagat terkejutnya terbaca. Sesaat saya ingin menghajarnya dengan apchagi, keraguan meliputi wajah saya. Dengan wajah pucatnya, ia memasukkan tangannya ke saku.
“Saya lagi nyari Agus. Mas Agus bukan?”
“Kok nyari Agus di leptop saya?” Saya semakin mendekat, menatap wajahnya. Gelagat terkejutnya terbaca. Sesaat saya ingin menghajarnya dengan apchagi, keraguan meliputi wajah saya. Dengan wajah pucatnya, ia memasukkan tangannya ke saku.
“Wah, ada yang nggak beres ini. Pasti di sakunya ada piso,” lirih saya dalam hati. Tanpa disadari saya juga ternyata punya piso gunung hitam yang perkasa. Yang mungkin orang-orang densus 88 pun tak punya. Piso itu hadiah ulang tahun saya dari anak-anak Shuttle (nama sebenar di samarkan karena alay), geng saya bersama anak-anak macho lainnya.
Tapi apa hendak dikata, piso itu tergantung di lemari. Do’I pasti udah sadar kalau saya punya piso. Secara tidak langsung, dia pengen bilang, “kalau mundur selangkah, saya ndak akan menjamin mas bisa hidup apa tidak” (Pasti si Do’i suka nonton film Hollywood). Saya juga punya kayu pukul yang susah payah saya ambil di gunung Gede. Ah, kayu sakti itu juga jauh saya simpan. Di sudut lemari.
Dengan bahasa hati, dan saya pikir si Do’i ngerti bahasa saya, “saya ndak punya pilihan. Tolong jangan keluarkan piso itu.” Saya mengangguk. Si do’i tidak berkata apa-apa. Mungkin hatinya sudah menjadi batu. Sehingga dia tidak dapat merespon kata-kata hati saya.
Saya langsung keluar, sambil berteriak, “Pak, Pak, ada yang mau ngambil leptop saya” Si Maling atau yang sering saya panggil Do’i pun keluar tanpa salam. Ah, ini pelanggaran ke enam. Benar-benar nggak punya tata krama. Dia lari keluar, seorang sahabat sudah menunggunya di luar dengan motor. Tentu tidak dapat dikejar, dia langsung tancap gas. Saya menganggukkan kepala. Dia bingung.
Semoga maling itu baca tulisan saya ini. Arti dari anggukkan saya adalah dengan kaburnya dia, sudah meringankan beban saya. Ndak bisa dibayangin kalau dia ketangkap. Dipukulin sama anak-anak kosan. Darahnya di kamar saya, terus meninggal. Arwahnya gentayangan. T.T Atau anggaplah dia ndak mati, terus disidang, saya juga yang repot karena harus jadi saksi. Wah, saya ndak punya waktu, pengen pulang ke Bima. Beneran deh.
Semoga aja dia ndak mau maling lagi karena menyangka dia ndak pandai menebak nama orang. Atau kalau tebakannya benar bagaimana. Misalnya,
“Mas Agus bukan?”
“Iya, benar. Ada apa, Mas?”
“Anu, em, anu…”
Haha.
*Semua tulisan ini adalah benar. Kecuali ada beberapa yang saya tambahkan dengan guyonan. :p
*lewat* ngakakakakakakaka... hahaha...
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut