Sebenarnya saya bukan orang yang pakar dengan ekonomi. Apalah itu ekonomi makro. Apalah itu ekonomi mikro. Saya hanya pernah mendengarnya saat kuliah matrikulasi saja. Meskipun demikian, ekonomi tetap menarik di mata saya.
Redenominasi, kata ini tentunya sudah nggak asing lagi buat kita. Eh, iya nggak sih? Oke lah, singkatnya, kalau kita punya uang Rp. 1000, - saat kebijakan redenominasi nanti berlaku, uang kita menjadi Rp. 1,- Wah, rugi dong?
Guys, ada lagi yang disebut sanering. Nah, kalau ini namanya pemotongan nilai mata uang. Misalnya, kita punya uang Rp.1000,- setelah kebijakan Sanering berlaku, uang kita menjadi R.1,- tetapi, harga barang yang Rp. 2000,- tidak menurun. Biasanya kebijakan ini dilakukan saat terjadi inflasi sangat tinggi dan kondisi makro ekonomi tidak sehat.
Saya semakin tertarik, sebenarnya apa tujuan dari redenominasi rupiah ini? Menurut Agus Martowardjo, Menteri Keuangan RI, redenominasi dilakukan untuk menghilangkan keruwetan saat melakukan perhitungan. "Saat ini, rupiah memiliki jumlah digit yang terlalu banyak sehingga berpotensi menyebabkan inefisiensi," katanya.
Dengan pemberlakuan redenominasi proses input data, pengelolaan database, pelaporan data, dan penyimpanan data pada pelaksanaan sistem akuntansi dan teknologi informasi akan lebih efisien. Dengan jumlah digit yang sedikit akan memudahkan perhitungan dan mencegah kekeliruan akibat kerumitan perhitungan dalam transaksi ekonomi.
Selanjutnya, pecahan mata uang tersebut akan dapat mencerminkan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju lain. Sehingga nilai rupiah semakin berharga dan dapat disejajarkan dengan nilai mata uang. Artinya, harkat dan martabat Indonesia akan diangkat.
Katanya, 6 tahun lagi kita akan melakukan redenominasi, hal ini memang lebih cepat dari pada waktu denominasi yang saya ketahui, yaitu 10 tahun. Lantas, kenapa sekarang? Kenapa tidak dari dulu saja? Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution, sekarang ini merupakan saat yang tepat untuk memulai tahapan redenominasi. "Kuncinya adalah perekonomian yang stabil dan inflasi yang terkendali," ujarnya (6 tahun).
Nah, kalau pake metode sebab-akibat, berarti kondisi Indonesia saat ini dinilai sedang stabil dari segi perekonomiannya. Untuk itulah redenominasi dilakukan saat ini. Bukan karena belum dipersiapkan, Apalagi baru kepikiran. Bukan.
Ingatkah kita tentang zimbabwe? 1 US$ bernilai 70 juta ZWD pada Januari 2011. Kenapa tidak digunakan redenominasi saja? Masalahnya mereka sedang mengalami inflasi. Menurut para pakar dan pengamat ekonomi, penerapan kebijakan redenominasi pada saat krisis, hanya akan menambah masalah.
Kekhawatiran muncul terhadap penerapaan redenominasi ini. Pasalnya, banyak warga yang beranggapan bahwa redenominasi sama saja dengan sanering. Oleh karena itu, Menteri Keuangan menjelaskan bahwa redenominasi akan dilakukan secara bertahap agar tidak terjadi salah persepsi di masyarakat. "Ini harus benar-benar dipahami agar tidak terjadi salah faham dan resistensi (penolakan) di masyarakat."
Saya sih mendukung saja kebijakan redenominasi ini. Pasalnya, memang suda saatnya kita berjajar dengan negara kelas kakap lainnya. Semoga tulisan ini membantu kita untuk mensosialisasikan hal terkait redenominasi mata uang rupiah.
Aku jadi inget waktu aku di kelas bahasa Thai di MFU.
BalasHapusAjarn (dosen) : Tika, how many Rupiah in 1 baht?
Ak : hmm it's about 300 Rupiah, ajarn..
Ajarn : How about Myanmar, Long..?
Long : 1 baht is about ... Kyats (lupa dia sebut berapa tapi yg pasti lebih kecil dari nilai Rupiah)
Ajarn : wow, it means that Myanmar is higher than Indonesia? it's so cheap na Tika...
Aku : *pengen keluar kelas*
Setalah 2016 ntar, datang lagi aja, mbak.
BalasHapusterus bilang, harga dolar = 8 rupiah.
wkwkwkwk
ntar januari 2016 update status pake bahasa inggris diulang2 tiap hari. hahaha
Hapus