Tenang.
Hmmh... Bontang itu menarik buat saya. Mungkin untuk sekedar jalan-jalan, Bontang adalah tempat yang menarik. Kesalahan saya cuma satu, saya ndak bawa kamera. Lebih tepatnya ga punya kamera profesional. Terpaksa harus mengandalkan kamera Sony Ericsson saya yang butut. :)
Terus terang ini pertama kalinya saya ke Tanah Kali, Kalimantan. Sebenarnya saya punya impian ke Kalimantan, tapi bagian Utara. Tapi tak mengapalah, lain kali, insya Allah.
Dalam benak saya, Kalimantan itu tempat yang angker. Banyak rumor yang berkembang tentang ilmu hitam lah, ilmu abu-abu lah, ilmu cokelat tua lah, ilmu merah darah lah. Jadi, ketika mendengar kata kalimantan yang terbesit adalah harus hati-hati dari ilmu ghaib.
10 Desember 2012
Sulit sekali mata ini terpejam. Padahal, seharian saya beres-beres kamar dan mengemas pakaian. Agar jam 2 dini hari saya bisa tenang meninggalkan kamar dalam keadaan rapi. Kamar yang lembab saya pel pula. Bagian yang paling tidak enak adalah saat mendapati sepatu fantovel saya bau pesing. Pasti karena kucing anggora yang nggak diurus itu. Baunya pun sampai ke kamar. Untuk itu saya harus ngepel.
Mobil sewaan pun datang. Saya menghampiri lewat jalan becek dan gelap. Setibanya di mobil: Penuh. Sempit-sempitan. Saya yang kurus tergencet. Oiya, saya sedang dalam tahapan penyembuhan penyakit tipes. Antibiotik sudah habis, tinggal beberapa obat untuk mengantisipasi, termasuk kapsul ekstrak cacing. Dalam keadaan tergencet saya mencoba untuk tidur. Jalanan lengang. Tidak sampai setengah jam saya menutup mata, mobil pun tiba. Okelah, hari ini hanya tidur setengah jam. Orang sakit macam apa saya ini? T.T
Di bandara tiba pukul 03.30. Harus menunggu lagi. Karena pesawat lepas landas sekitar jam 6. Datanglah para instruktur. Kami menghampiri. Tiada lain mereka adalah guru-guru dari sekolah Islam Terpadu Nurul Fikri. Pertemuan begitu kaku. Aku yang merasa asing, diam-diam saja. Masuk ke dalam ruang pemeriksaan barang. Oke, lolos.
“Luthfi,” demikian beliau memperkenalkan namanya.
“Oh, Alfa, Pak”
Oke, berarti ada 3 orang dari 8 orang yang saya kenal. Pak Luthfi, Pak Suhartono, dan Bu Imas. Selebihnya, mungkin akan saya kenal nanti.
Badan saya lemas. Pasti karena kurang tidur. Selepas sholat subuh, saya mencoba untuk memejamkan mata sesaat sembari mengenakan headset berisikan lagu-lagu asing kesukaan. Tidak sampai beberapa saat, terdengar Fiya membangunkan. “Ayo, jalan.”
Oke, kami ke ruang tunggu. Di sana kami berbincang-bincang sebentar kemudian berfoto.
Lepas landas pun terjadi dengan sempurna. Saya lupa, entah kursi nomor berapa bagian saya. Ah, saya tidak peduli. Kursi paling depan, kursi di pinggir jendela, kursi dekat gang, kursi paling belakang, kursi tengah-tengah, bahkan kursi dekat pintu darurat pun pernah saya naiki. Yang saya perlukan adalah tidur.
Dua jam berlalu. Sebentar lagi akan melandas, betapa terpesonanya saya melihat pemandangan lanskap dari balik jendela. Jadi ini yang dinamakan kali mantan. Benar-benar daratan yang dipecah-pecah oleh kali. Saya terpesona, seakan-akan sedang berada di Amazone, daerah belantara Brazil.
Tampak Kalimantan dari Atas dengan sungai yang berliku-liku |
Tak sedikit pun saya mengalihkan pandangan dari jendela. Benar-benar takjub. Ini lebih hebat dari pemandangan saat landas di Kyoto. Pilot mengumumkan akan segera landas, lampu sabuk pengaman terang benderang. Itu artinya jangan bandel, pasang sabuknya erat-erat. Ban pesawat pun mulai keluar, biasanya saya tegang kali ini, mungkin lebih tegang dari pilotnya. Karena kebanyakan pesawat kecelakaan kalau tidak take off, ya landing.
GUBRAK!!!
Iya, ini jelek banget melandasnya. Setidaktahunya saya tentang pesawat, ini landing terjelek yang pernah saya alami. Tibalah di bandara Sepinggan, Balikpapan. Ini fotonya.
Bersama Affan di Bandara Sepinggan, Balikpapan |
Perjalanan belum usai, karena destinasi utama adalah ke Bontang. Kalau tidak salah, kini sekitar pukul 10. Ada beberapa waktu lagi hingga jam 12 kami berangkat ke Bontang menaiki pesawat kecil. Apa? Oke, saya ulangi lagi, Naik Pesawat Kecil!
Uwoooo, Bro, Bontang itu daerah terpencil. Untuk menempuhnya dari Balikpapan, kita bisa menggunakan jalur darat, yang katanya, jalanannya naudzubillah rusaknya. Untuk itulah kami mengambil jalur cepat: pesawat terbang. Namun dalam ukurang mini.
Di dalam sky blue lounge, kami istrahat, sembari menikmati hidangan sepuasnya. Ya, sepuasnya, tapi dalam batas waktu tertentu. Mungkin sekitar 3 jam. Ya sudah, tidak saya sia-siakan. Ada satu hal yang masih saya ingat dari lounge itu: bubur. Dengan alasan baru kena tipes, saya sarapan bubur. Nah, saya ambil bubur secukupnya. Kemudian mengambil ayam sebanyak-banyaknya. Tahu apa yang terjadi? Itu ternyata bukan ayam, semacam sayuran yang diasinkan. Sangat asin sekali banget. Ah, tidak dimakanlah itu. Dan bukan hanya saya, kawan-kawan yang lain pun demikian. :p
Seusai makan, kami diminta untuk menimbang berat badan. Untuk apa, tanya saya. Agar bisa dihitung kapasitas muatan pesawat, katanya. Mungkin agar pesawat tidak oleng. Oh, ya, imaji saya langsung membayangkan bagaimana kapal itu keberatan kalau membawa muatan terlalu banyak. Mungkin semacam pesawat dengan kemudi tunggal seperti di film-film yang datang ke daerah terpencil dengan pesawat capung. Kemudian, saat kami landas ada anak-anak kecil yang sedang main bola di bawahnya, sambil berteriak, “Yeay! Pak Pilot minta uang!”
Tersadar. Berat saya berkurang 1,5 kg. Ini pasti karena tipes. Ah, tidak, jangan salahkan tipesnya. Itu salah saya. Salah saya karena mau-maunya sakit tipes. Kenapa tidak memilih sakit yang lain. #eh.
Di luar mendung. Ini petanda tidak bagus. Benar saja, beberapa saat kemudian hujan turun deras. Beberapa pesawat sudah lepas landas. Bagaimana dengan pesawat kami?
“Tidak mungkin. Kita harus menunggu. Pesawat sekecil itu. Bisa-bisa pesawat kita terdampar di tempat lain. Haha”
Wow! Imaji pun bermain. Bisa jadi kayak film Nim’s Island kan. Pesawat capung kami terbang terbawa angin dan terdampar di pulau tak berpenghuni. Wah, kayaknya seru.
Hujan pun reda. Kami dipersilahkan untuk masuk ke pesawat. Ternyata salah, pesawat itu tidak seperti yang ditakutkan. Pesawat ini bahkan lebih besar dari pesawat batavia yang saya naiki saat berlibur ke Bali. Armada pesawatnya bernama Indonesia Air. Ya, saya pun baru mendengar. Sepertinya ini khusus untuk penerbangan lokal.
Pesawat Indonesia Air |
Pesawat pun lepas landas. Ngeri. Mungkin karena ukurannya lebih mini dari sebelumnya. Saat di atas, pilot banyak menghindari gumpalan awan. Karena cuaca memang sedang mendung, beberapa kali tak ayal pesawat terpaksa menerobos awan. Turbulensi pun terjadi. Terus terang saja, saya takut. Bagaimana tidak? Turbulensi terjadi saat pesawat di atas daratan. Bukan di atas laut. Kalau terjadi sesuatu, apa gunanya penjelasan pramugari-pramugari itu tentang penggunaan pelampung saat evakuasi. Berarti, kalau jatuhnya di darat, kita hanya diminta untuk pasrah. Sms selamat tinggal pun tidak boleh. :(
Saya mengusulkan, bagaimana kalau ditambah dengan alat evakuasi tambahan berupa parasut? Hehe. Itu mah maunya saya aja.
Akhirnya kami tiba di bandara Bontang. What? Bukan! Namanya bukan bandara bontang. Tapi bandara LNG Badak Bontang. Wow! Ternyata bandara ini konon ceritanya milik PT. Badak untuk memudahkan transportasi pegawainya yang akan berpergian. Wah, semakin penasaran saya. Di awal, saya menyangka PT. Badak adalah perusahaan kayu. Tidak seberapa. Ternyata salah, PT. Badak adalah perusahaan gas yang tergolong besar di dunia. T.T
Silahkan lihat Bandaranya. :)
Bandara Udara LNG Bontang - Kaltim |
Setiba di bandara pribadi PT Badak itu, kami hanya menunggu sebentar untuk mengambil barang. Bus jemputan datang. Begitu katroknya kah saya? Hmmh.... Ini kali pertama soalnya. Haha.
Well. Kami naik bus. Seseorang dari kami bertanya hendak kemana kepada sang driver. Apartemen, katanya. Eeeeh... Ini mah acara liburan namanya, lirihku dalam hati. Alhamdulillah. Jauh dari yang dibayangkan, kami ternyata disambut dengan sangat menyenangkan disini. Tibalah kami di apartemen yang khusus disediakan untuk tamu-tamu: Apartemen Namnam. Kenapa namanya Namnam? Nanti saya jelaskan. :)
Ah, letih sekali. Namnam begitu nyaman. Saya kebagian kamar nomor A21 bersama Affan. Kamar itu terletak di lantai atas. Tidak luas memang, tetapi perabotannya sudah lebih dari cukup. Kasur yang nyaman dua set. Satu lemari, meja belajar, pendingin ruangan, kulkas, lampu tidur, kulkas, dan kamar mandi dalam dengan shower air panas. Mohon maaf, saya lupa mengambil gambarnya.
Tidur. Selepas itu saya tidur beberapa saat sebelum mandi. Karena jam 3 kami harus jalan ke kota Bontang. Ada pertemuan dengan yayasan katanya. Ah, ini benar-benar menyenangkan. Pukul 3. Berarti pukul 2 di Jakarta. Terdapat perbedaan waktu satu jam antara jakarta dan Kalimantan Timur. Kami sudah ditunggu oleh 3 mobil di depan apartemen. Hendak makan sea foodkatanya. Waaah.... sudah lama sekali tidak makan ikan, semenjak pulang dari Bima.
Selepas makan, kami diajak ke masjid di kompleks PT. Bontang: Al Kautsar. Di tengah perjalanan, kami menemukan pengukur kecepatan kendaraan. Apa lah namanya, saya juga nggak tau. “Itu pengukur kecepatan, Pak?”
“Wah, iya Pak. Kalau disini memang dibudayakan tertib lalu lintas. Di beberapa tempat dipasang kamera CCTV. Banyak sekali.”
“Memang, kalau ngelanggar gimana, Pak? Kan nggak ada polisi.”
“Disini benar-benar diterapkan safety firstyang mengacu kepada ISO dan management risk lainnya. Sanksi memang tidak dengan polisi, tetapi sanksi berlaku pada status kepegawaian. Kalau kendaraan yang bersangkutan melanggar hingga tiga kali, maka akan diturunkan jabatannya. Mau anaknya sekali pun yang mengendarai, ketika ketauan, sanksi akan berlaku pada bapaknya. Makanya, di sini tertib sekali.”
Aku bengong. Kok bisa ya? Jalan selenggang ini. Ngebut nggak boleh. Kalau di Bogor, pasti dibabat sama supi angkot. Pasti itu. Ndak bisa ditawar lagi.
Nah, nyampe juga di Masjid Al Kautsar. Ini nih fotonya. :)
Masjid Al Kautsar - Kompleks PT Badak |
Yo’i Dinner. Malam pun menjelang, kami sudah diantar kembali ke Namnam. Say tidur pula sebentar tadi menunggu maghrib. Kemudian kami shalat memanfaatkan kemudahan: jamak. Kantin sudah terbuka, artinya makan malam. Banyak sekali makanannya. Entah bagaimana menghabiskannya, padahal tamu di apartemen tidak banyak. Aku mengambil secukupnya.
Hal yang paling tidak bisa saya lupakan pada dinnerpertama adalah tentang sebuah kotak ice cream. Ini semacam makanan penutup. Semua orang sudah selesai dengan makanan intinya. Aku pun hanya tinggal meneguk jus melon. Semua orang di antara kami hanya memperhatikan. Sampai seseorang di antara kami –Bu Prima– datang menghampiri, kemudian mencoba untuk menekan ganggangnya. “Gimana sih?” katanya sambil menyengir kepada kami. Semuanya hanya memainkan bahunya. Tanda tidak tahu. Tetapi, mata masih memperhatikan lekat. Seorang pelayan pun datang, kemudian membantunya. Ice cream pun berhasil diambil. Kami yang menonton langsung saling berpandangan. Dan tersenyum. “Yes!”
Kami semua bangkit dari tempat duduk, dan mengantri ice cream. Terimakasih kepada Bu Prima yang telah mau menjadi korban percobaan. Hehe.
Sepertinya saya tidak perlu berpanjang lebar. Selama sepuluh hari ke Bontang saya menjadi panitia pelaksanaan Pesantren Kilat di sekolah yang terletak di kompleks PT. Badak. Ya, Notabene siswanya adalah anak-anak pegawai perusahaan gas tersebut. Kalau saya bandingkan, memang mereka lebih manja dibandingkan anak-anak sekolah negeri. Hemat saya, mungkin karena fasilitas-fasilitas yang dapat mereka akses lebih mudah dibandingkan sekolah lainnya. Kalau masalah bandel, saya no comment. Silahkan datang saja sendiri untuk menilai. :)
Kesalahan terbesar saya adalah saat bertanya, “Siapa yang dari pulau Jawa?” Ternyata, hampir dari semua orang Bontang adalah imigran dari pulau Jawa. Oke, Baik. Itu pertanyaan bodoh.
Ada juga beberapa peserta yang tidak datang, saya tanya kemana mereka. “Liburan bareng keluarganya, kak. Ke Singapore dan Malaysia.”
Haha. Segampang itu ya kalau mau liburan mereka. Kalau saya liburan Cuma bengong di kampus. -__-“
Kurang lebih enam hari saya menjadi panitia di sana. Tugas saya menjadi pendamping. Ya, mendampingi para instruktur dalam menyampaikan materi, mengisi ice breaking, mengatur jalannya mobilisasi, menjadi dokumenter, print sertifikat, intinya meringankan tugas para instruktur. Kami para pendamping bergiliran menjadi class leader. Ini nih foto-fotonya.
Para Pendamping Putra |
Ceritanya kami berempat adalah pendamping dari pihak yang putera. Mohon maaf buat Fiya dan Fika, kalian ndak masuk kamera. hehe. Paling ujung saya. Yang pake jaket hitam namanya Prama, dia partner saya di SMA Vidatra. Kalau Fatulloh (baju merah) dan Affan bertugas di SMP.
Nah, sebelum dimulai, peserta sanlat diminta untuk membuat pohon harapannya. Mereka menulis di selembar kertas origami, dan digantungkan di ranting-ranting pohon semacam ini.
Saat peserta menggantungkan harapan di Pohon |
Makan Malam bersama :) |
Itu pak Suhartono – yang memberikan tanda jempol, beliau generalleader dalam acara Sanlat kali ini. Beliau sosok yang sederhana dan mampu menjadi penengah, saya benar-benar banyak belajar dengan beliau, terutama dalam hal melakukan lobi dan mencapai mufakat dengan orang lain. Selain itu, beliau juga orangnya ramah dan pandai bergurau. :)
Rapat Bersama Tim Instruktur Sanlat di Malam Hari |
Setiap malam, seusai melakukan rapat dengan panitia, terutama lead officer, kami menyempatkan diri melakukan rapat, terkait evaluasi dan rencana esok hari. Sebenarnya banyak cerita dibalik rapat ini, tapi jadi kebanyakan kalau saya ceritain semuanya. :)
Nah, mumpung yang puterinya nggak keliatan (hehe), saya ceritakan. Yang kerudung putih namanya Bu Prima, saya satu bagian dengan beliau untuk mengurus siswa SMA. Beliau orang yang paling “bener” diantara kami di SMA. Pasalnya, beliau selalu menjadi penengah jika terjadi pembicaraan yang terlalu panjang. Beliau juga selalu korban bullying saya di sana, soalnya sebentar lagi beliau mau nikah. Konon kabarnya, hingga saat ini beliau belum mampu membalas bully saya. Uyeah!
Kalau yang kerudung ungu namanya Siti. Beliau tidak memprotes saat saya mengenakan nama ini di Bontang. Beliau teman se-geng saya dulu. Entahlah, geng apa itu, saya juga udah lupa. :p Orangnya gahol gitu deh. Haha. Kalau yang kerudung Biru tua namanya Fika, beliau korban ajakan Siti setelah Siti menjadi korban ajakan saya. Jadi, Fika secara tidak langsung menjadi korban saya juga. Beliau orangnya pendiam, tapi kalau saya garing, beliau langsung to the point, “Garing banget sih, Fa.” Itu menohok. T.T
Nah, kalau yang baju biru muda, beliau namanya Bu Imas. Beliau leader di SMP. Sehemat saya beliau memang seorang yang sangat korelis. Saya memang tidak tahu banyak tentang beliau, namun saya sangat menghormatinya. :)
Di dalam sanlat, ada beberapa kegiatan seperti lomba nasyid, lomba menghafal Al-quran, lomba meresume, dan lomba puitisasi alqur’an.
Peserta - saat menyanyikan Yelyel-nya |
Peserta Lomba Menghafal Alqur'an |
Peserta - Lomba Nasyid |
Panitia - Mirip Fais Elmir :p |
Namanya saya lupa, ini memang sudah menjadi penyakit saya, lupa nama orang dengan begitu cepat. Saya mengambil gambar dia karena perawakan dan kelakuannya sangat mirip dengan Fais Elmir, anak dari dua orang tokoh pendiri Forum Indonesia Muda.
Outbound Peserta Sanlat - Melewati Jembatan Bertali |
Nah, kalau gambar di atas ini saat melakukan outbound. Mereka diminta untuk melintasi jembatan yang telah di rintangi dengan tali. Melihat jeri paya mereka lucu deh. Ada yang nendang-nendang lah. Ada yangnarik kaki temannya. Haha. :)
Keharuan selepas Muhasabah Sanlat Vidatra |
Sesi terakhir adalah sesi renungan malam. Atau dalam bahasa solehnya: Muhasabah. Di pandu oleh Bu Imas, dan saya sendiri operator dadakannya, banyak anak-anak yang dibuat nangis. Terus terang saja, saya di depan pun nangis, tiba-tiba home sick. Sesi yang paling mengharukan adalah saat peserta bertemu dengan orang tuanya. Seperti gambar di atas. :)
Foto bersama Peserta Sanlat |
Akhirnya kami berpisah, tidak terasa sudah 6 hari saja. Banyak suka dan duka yang dialami memang, tapi ini akan menjadi pelajaran bagi kita semua, khususnya buat saya pribadi.
Selepas penutupan kegiatan sanlat Vidatra, kami dibawa kembali ke Namnam. Begitu kangennya kami dengan apartemen itu. Apalagi dengan air panasnya. Kami menyebutnya apartemen Namnam Style. Mengapa demikian. Setelah saya mewawancarai seorang driver, katanya Namnam itu dari kata Enam-Enam, tapi karena orang ingin menyingkat jadilah Namnam. Saya kabarkan kepada teman-teman dengan begitu meyakinkan. Oooohh.... ternyata bukan itu. Namnam adalah nama pohon yang terletak di depan apartemen. Ya, saya pun beru dengar itu nama: Namnam. Seperti Oppa Namnam style.
Setelah itu Kami mampir terlebih dahulu ke masjid zahra yang terletak di kota Bontang, di luar kompleks PT. Badak. Lihat gaya-gaya kami. Emang agak norak. Yang pake baju putih (tanpa kopiah) namanya pak Bondan. Beliau sangat humoris orangnya. Kalau yang mengacungkan jempol, namanya pak Suratno. Saya ngefans sekali sama beliau. Menurut saya lucu dengan caranya. Itu saja. Yang saya tak habis pikir, kenapa beliau doyan nyanyi. Padahal, menurut bu Prima, "Modalnya hanya nekat saja." Masalah suara... Ehmm..... Kasih tau ga ya? haha.
Foto di Depan Masjid Az Zahra |
Dua hari sebelum pulang ke Bogor. Kami diajak untuk bermain ke Beras Basah. Nah, foto di atas adalah saya dengan jaket kuning pinjaman seseorang. Haha. Saya terlihat begitu cool dengan headset di kalungkan. #Beuh.
Sebelum berangkat ke Beras Basah |
Setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh, hingga berhari-hari (lebay), tibalah kami di beras basah. Mau lihat seperti apa pulaunya? Ini nih, pulau seuprit ini, kalau katanya bu Prima, “Ini mah pulau Kelor namanya.” Tapi Boy, indah tenaaaaan. Patut di coba. Swear!!!
Beras Basah - Pulau dengan ukuran mini nan Indah |
Para Kakak Pendamping. :) |
Gue paling suka Foto Ini. cool. :) |
Di tengah laut: Lebay. |
Seusai berenang mengelilingi pulau mini (baca: beras basah), kami ke selanggan. Tempat ini adalah tempat keramba sekaligus tempat wisata yang dimukimi oleh nelayan di Bontang. Terdapat sekitar 50 kepala keluarga di dusun yang dibangun di atas air ini. Ajaibnya, ternyata ada sekolahnya juga. Uiiiiih... Luar biasooooo. :)
Sedang Bergaya Menwa di depan Papan Selamat datang |
Yang menggunakan kopiah hitam namanya pak Luthfi, beliau orangnya periang. Yang menggunakan Baju Batik namanya pak Furqon, pemahaman agama beliau, saya pikir sangat dalam. Dan yang mengenakan baju abu-abu, namanya pak Teddy, sehemat saya beliau ini hafidz. Entah kenapa, kalaua saya dekat beliau rasanya nyaman banget. Padahal beliau senang becanda juga. :)
Menikmati Mentari di atas boat, di Dusun Selanggan. |
Oh, ya saya lupa. Kami diajak oleh Yaumil, singkatan dari Yayasan Umat Islam, yakni suatu yayasan yang dibangun oleh PT. Badak, untuk mengadakan Sanlat di Bontang. Wajar saja, di PT. Badak itu nuansa Islamnya kentara banget. Saya jamin, siapa pun yang berkunjung ke sana pasti betah. Pasalnya, mereka tidak hanya mempraktekan ritualnya, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari benar-benar secara syariah. Oya, mereka juga yang mengajak kami jalan-jalan ini. Saya merasa bersyukur sekali bisa bertemu dengan mereka. :)
Perumahan Nelayan di Desa Selanggan |
Nah, ini nih rumah-rumah di dusun selanggan. Terik mentari katulistiwa benar-benar membakar kulit. Tak heran lagi kalau saya pulang dengan kulit yang terkelupas. Dan hitam. Oke, harus saya akui saya tambah eksotis disini.
Inilah akhir perjalanan saya di Bontang. Esok hari saya harus packing dan pulang ke Bogor. Meninggalkan Bontang, meninggalkan Namnam, Es krim, dan Beras Basah yang begitu mempesona. What next destination? You’ll see, guys... :)
*Eh, sorry ya kalau kebanyakan. Ndak usah baca semuanya juga ga apa-apa. haha.
0 komentar:
Posting Komentar