Rekonstruksi Paradigma: Lesson Learned from Dr. Arif Satria

Dr. Arif Satria
Isu lingkungan yang ada, sebenarnya dibentuk oleh konstruksi media yang ada. Misalnya, pada kasus climate change sebenarnya ada yang pro dan kontra, namun media lebih condong untuk membentuk konstruksi bahwa climate change benar-benar terjadi dan berbahaya (kaum pro). Ini sebenarnya yang menonjol di publik. Memandangi isu lingkungan adalah bagaimana kita memandang suatu masalah dengan sisi yang berbeda(biodiversy). 


Misalkan contoh lainnya pada kasus deforesting, banyak pihak yang terlibat didalamnya, diantaranya masyarakat, perusahaan, dan lembaga masyarakat (NGO). Perusahaan menganggap bahwa deforesting diakibatkan oleh masyarakat yang menebang secara ilegal, tidak seperti mereka yang ilegal dan mendapatkan izin dari pemerintah. Sedangkan, NGO dan masyarakat menganggap bahwasanya deforesting merupakan tanggung jawab perusahaan karena menebang pada jumlah yang banyak, sedangkan masyarakat hanya pada jumlah yang terbatas. 

Semua ini tergantung dari konstruksi masalah yang pada akhirnya dibentuk oleh media, tentunya belakangan ini tengah diwarnai oleh kepentingan semata. Bukti yang paling mudah ditemui bahwa media memiliki kepentingan, seperti yang dilansirkan pada koran kompas bahwasanya FPI adalah organisasi yang negatif yang selalu menimbulkan kerusakan. Namun, sebenarnya jika diselidiki lagi, FPI mempunyai sisi positifnya juga. Jika FPI tidak ada, kasus yang tengah melanda poso beberapa tahun yang lalu tidak akan ada yang meresponnya. 

Jepang percaya diri dengan merekonstruksi diri mereka sendiri. Tidak seperti Indonesia yang tidak percaya diri dan selalu mengadopsi dari gaya orang barat. Kondisi dunia saat ini yang masih di bawah kendali PBB juga berdampak kepada Indonesia. Kaitannya adalah dengan konstruksi paradigma tersebut. Teori Roslow tentang kategori negara yang terbagi kedalam tiga tahap kemudian diadopsi oleh world bank dalam IMF. Organisasi dunia tersebut menyuntikkan paradigma keberhasilan Amerika adalah sebagai negara pada tahap yang lebih atas, dan kewajiban Indonesia adalah mengikutinya. 


Indonesia jika ingin maju senantiasa didoktrin oleh IMF untuk mengikuti cara Amerika. Alhasil, masyarakat Indonesia memiliki hutang finansial dan hutang teknologi yang pada akhirnya membuat ketergantungan kita dengan negara besar lainnya. Sebenarnya, negara barat sempat takut kepada Indonesia pada saat Indonesia dipimpin oleh Soekarno dan Habibie karena berani melawan Amerika dengan teori modernisasi (kita lemah karena Internal). Oleh karenanya, penurunan Habibie tempo hari menjadi keuntungan sendiri bagi Amerika untuk menjajah mental masyarakat Indonesia lebih jauh.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut