Sesuatu sedang mengintip di balik pintu pagar. Dia tidak
bolak balik. Dia melangkah dengan pasti membawakan sebuah kain putih. Kukatakan
kepadanya, “Silahkan masuk.” Di ujung pintu ia tersenyum. Dan memperkenalkan
namanya, “Selamat berjumpa kembali.” Ia memberiku sebuah jabat tangan. Kudengar
jelas namanya, “Ramadhan”.
Sebenarnya ia tak menolak tawaranku untuk masuk ke ruang
tamu. Hanya saja ia memilih untuk duduk-duduk santai di teras depan. Kutawarkan
minuman, ia menjawab, “cukup bawakan aku air dingin saja di dalam baskom.”
Well, kuturuti saja permintaannya. Saat kuberikan baskom
itu, ia mengambil sesuatu dari dalam saku bajunya. Sebotol minyak wangi yang
saat ia buka semerbak bagaikan wangi bunga yang tak pernah kucium sebelumnya.
Tiga tetes dituangkan ke dalam baskom tersebut. “Kemarilah,”
pintanya lembut. Seketika kubiarkan badanku duduk di sampingnya. Ia membasuh
kain putih tersebut ke dalam baskom. “Wajahmu penuh dengan debu dan noda.”
Hanya itu yang dapat kudengar. Selanjutnya yang hanya
kurasakan adalah dinginnya air yang menyapu wajahku dan wanginya. Ingin sekali
kubuka mataku. Tapi urung kulakukan. Aku telah terlalu larut ke dalam
nikmatnya.
Selesai membasuh wajahku. Ia masih duduk sambil bersandar di kursi. Kutanyakan kepadanya,
kemana saja selama ini. “Kau tidak bisa terus menerus mengandalkan aku.” Aku
hanya tertunduk. Ia menghela napasnya dalam-dalam. “Dan kau selalu sama setiap kali aku datang.”
Aku tak bergeming. Seakan tak kuasa kubalas setiap
ucapannya. Kecuali kata-kata yang bergema di dalam hatiku.
“Apa yang membuat kedatanganku berbeda kali ini. Adalah
sesuatu yang harus engkau temui jawabannya kali ini.”
Sejujurnya aku hanya terdiam.
Begitu pula dirinya yang diam.
Lagi-lagi aku hanya terdiam.
“Apa yang hendak engkau katakan?”
Kutatap matanya. “Tolonglah aku.”
Kumohon.
ada yang bisa dibantu ka Al? wkwk
BalasHapus