Mengulas Buku UnSelling


Aku memang tertarik dengan buku-buku berbau marketing dan consumer insight akhir-akhir ini. Yah, bisa dikatakan, mungkin aku mulai menemukan 'kebisaanku'. Tapi nggak bisa dikatakan 'kebisaan' juga sih. Karena, aku da mah apa atuh. Anak kemarin sore. Yang belajarnya nggak jelas. Dikit-dikit. 

Beberapa hari yang lalu, aku jalan-jalan ke Gramedia. Harus diceritakan di awal, bahwa aku sangat kaget dengan harga buku yang sudah hampir dua kali lipat. Kesal banget. Sebal sih sebenarnya. Dan sangat yakin, paket kebijakan ekonomi yang dicanangkan pemerintah nggak akan bisa nurunin harga-harga sembako, apalagi harga buku. Trust me.

Di sepanjang jalan aku mengelus dada karena harga buku begitu mahal (sekarang). Aku pun melihat-lihat buku. Seperti kebiasaanku saat masuk Gramedia, rak best seller adalah tempat nomor satu. Hanya sekedar ingin tahu, buku apa yang lagi nge-hits. Awalnya aku memegang buku novel terjemahan. Karena masih kena candu buku to kill a mockingbird. Kemudian aku terhenti, cuma karena sebuah buku dengan sampul putih polos ini,

Ya emang kayak gitu bukunya. Polos. Judulnya miring pula. Buku ini senonoh menurutku. Nyentrik sih. Makanya aku beli. Wedan. Eh, nemu juga sih buku yang aku tunggu-tunggu sejak dulu. Ghazi 3. Bukunya Felix Siaw dan Syaf Muhammad Isya. Nanti akan aku ulas buku serial kece ini -kecenya pake banget.

Sebenarnya sih gaya-gayaan aja judul tulisan ini. Me-ngu-las. Apa yang mau diulas? Hehe. Aku cuma mau ngasih tau, buku ini keren euy. Nggak nyesel sih belinya. Tapi, nggak pernah tuh sepanjang hidup menyesal karena beli buku. EH, pernah ding, pas beli buku Tan Malaka yang warna biru itu. Isinya udah bagus, kemudian antipati karena si penulis bilang, sumber nya dari perbincangan dengan roh Tan Malaka. Kalau nggak ada etika, udah aku jadiin bungkusan bala-bala tuh buku.

Ide dasar yang ditulis oleh Scott dan Alison (kedua penulis ini adalah sepasang suami-istri) adalah semua hal kecuali penjualan itu sendiri. Menurut mereka, konsumen saat ini sudah jauh lebih pintar, mereka tidak datang kemudian membeli suatu barang. Namun mereka datang dengan segudang informasi tentang produk atau jasa yang ingin dibeli. Yang menarik dari buku ini adalah peranan sosial media.

Menurut Scott, kita tidak butuh sosial media, tetapi sosial media dapat menghubungkan kita dengan konsumen. Konsumen itu lah marketer terbaik bagi produk kita. Cara dia menyampaikan pendapatnya dalam buku ini cukup unik, dengan berbagai contoh kasus. Intinya, ini berawal dari pengalaman-pengalaman dia melakukan bisnis dan memposisikan dirinya sebagai konsumen.

Inti dari UnSelling adalah menghargai orang lain, baik itu karyawan, vendor, maupun konsumen. Tentunya untuk dapat sukses berdagang, kita harus punya produk dengan kualitas yang bagus, namun jauh daripada itu, membangun pengalaman yang luar biasa dari karyawan dan konsumen adalah hal penting. Mereka akan bekerja sepenuh hati, membicarakan tentang produk kita di komunitasnya, sehingga benar kata Ridwan Kamil (aku yakin dia mengambil konsep yang sama),

"Bahwa kesuksesan tidak bisa dibangun sendiri, namun bersama-sama."

Itu aja sih yang mau aku ulas. Selebihnya, baca aja sendiri bukunya. hehe. Buku ini menyadarkan kita, bahwa ada banyak hal yang harus dilakukan untuk mempengaruhi keputusan belanja konsumen (lebh dari sekedar beli atau tidak), dan aktivitas setelah belanja, apakah dia akan datang lagi atau tidak. Atau malah bahkan merusak reputasi kita. Unselling membahas semuanya.

Sebenarnya ada bagian lucu yang dikatakan oleh Scott di bab 60. Dia mengulas bagaimana konsumen muda saat ini jauh lebih menjaga privasi. Mereka belajar dari kesalahan orang tuanya (kata si scott) yang men-share foto-foto bayi mereka dan saat melakukan banyak aktivitas lucu. Bagi mereka itu adalah iyeuh, dan disadari saat mereka mulai dapat mengambil kontrol penuh atas kehidupan privasi mereka. Ini bukan sekedar pendapat sih, karena scott melampirkan beberapa data terkait penelitian tersebut. 

Oh, good information, biar kita lebih bijak men-share konten-konten tertentu. Bahkan untuk orang barat yang cenderung bebas, mereka lebih konsen terhadap privasi. *thumbs up*

0 komentar:

Posting Komentar

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut