Atas Nama Pendidikan pun, Engkau Menipu


 
Jaman sekarang penipuan semakin menjadi-jadi saja. Kemajuan teknologi tidak hanya mendorong manusia untuk berpikir lebih kreatif dalam artian positif. Kejahatan juga ikut mengambil bagian di dalamnya. Cerita ini dimulai sejak lebih dari 6 tahun lalu, saat saya mengirimkan sebuah berkas aplikasi beasiswa di salah satu csr perusahaan multinasional.
 
Orang tak berperasaan bahkan menjadikan pendidikan sebagai ladang penipuan. Setahun yang lalu, keluarga saya hampir-hampir menjadi korban penipuan berkedok ini. Di awali kampus yang menawarkan fakultas kedokteran yang sempat menjadi cita-cita adik saya. Seorang oknum, yang tidak perlu saya sebutkan namanya, menawari cara cepat memasuki perguruan tinggi tanpa melalui jalur test. Tentu tidak ada makan siang yang gratis, lebih dari 100 juta uang pelicin yang harus dikeluarkan orang tua saya.
 
Remaja tetaplah remaja, dengan segala kelabilan dan minimnya pengalaman. Adik memaksa kedua orang tua mencairkan aset untuk mengambil tawaran tersebut. Dari awal kecurigaan sudah menghampiri kedua orang tua saya, puncaknya saat oknum mengaku tidak berpekerjaan, aka pengangguran.
 
Kabar tersebut baru sampai ke telinga saya setelah beberapa hari kemudian. Terang saja, saya menolak hal tersebut. Pertama, saya menolak keras adanya uang pelicin. Kedua, no pain no gain. Ketiga, indikasi penipuan sangatlah mudah ditebak. Ini amatir. Setelah diberikan beberapa alternatif, adik saya sedikit mengalah. Ditambah, beberapa hari kemudian tersebar kabar penipuan. Siapa lagi kalau bukan oknum tersebut.
 
Hari ini saya tiba-tiba dihubungi adik, dia meminta nomor telepon genggam yang saya kenakan di luar negeri. Tanpa ragu, saya memberikan. Untuk apa, tanya saya kemudian. "Ada teman papa yang mau ngasih pekerjaan di PT. X (perusahaan multinasional yang saya pernah kirimkan berkas beasiswa)." Terus terang, saya tidak sempat menaruh curiga. Karena mungkin ini kenalan bapak saya.
 
Tidak lebih dari satu jam kemudian, terdengar panggilan, nomornya asal Indonesia. Kira-kira begini obrolannya.
 
Saya (S): salam
Oknum (O): benar ini dengan Aldian?
S: betul, ini dengan siapa sekiranya?
O: saya manajer %}*%{+? (entah apa yang dia bilang) di PT.X
S: oh, ya, ada apa ya pak?
O: sekarang sedang di mana?
S: saya sedang di Bangkok, pak. Ada apa? (Lagi-lagi dia belum memberikan jawaban)
O: adinda S2 ya? Kuliah dimana?
S: betul, pak. Saya kuliah di xyz university.
O: oh, xyz.

Dia mencoba mengeja universitas itu berkali-kali, karena memang sulit untuk diucapkan.
 
S: ada apa ya, pak? (saya sudah malas dengan basa-basinya).
O: iya, dek. Kami mau evaluasi terlebih dahulu tentang beasiswa yang adek terima dari PT.X
S: wah, ada apa ini? *pikir saya dalam hati* Tidak ada pelatihannya, pak. (Jawab saya ngasal).
O: bukan-bukan, maksud saya tentang beasiswa, terlalu kecil atau bagaimana?
 
Entah dia mengerti atau tidak maksud saya. Saya hanya mengetes saja, namun ini kenyataanya.
 
S: mohon maaf bapak yang terhormat, saya tidak pernah menerima beasiswa apa pun dari PT.X.
O: tapi di data kami, nama adinda ada sebagai peraih beasiswa.
S: saya tidak menerima sepeser pun beasiswa dari PT.X. Saya memang pernah mengirim aplikasi beasiswa ke sana, tetapi saya tidak lolos (terang saja, beberapa dokumen penting tidak saya lampirkan)
O: coba adek ingat lagi baik-baik. Kami mengirimkan uang ke rekening adek. Memang sering terlambat, dan biasanya di akhir-akhir.
S: saya tidak pernah menerima apapun, dan saya tidak lolos. (Saya semakin mempertegas).
O: baiklah, coba adek ingat-ingat lagi, kalau sudah ingat, telpon lagi di nomor ini ya.
 
Apa-apaan ini pikirku. Modus penipuan mengatasnamakan pendidikan. Bukannya saya suudzon, saya udh beberapa kali hampir ditipu dengan beberapa modus, salah satunya modus pelatihan dan seminar. Dan lagi, oknum ini sangat mencurigakan. Pertama, dia menggunakan nomor telepon genggamnya sendiri. Kalau dia dari orang kantor, pasti akan menggunakan telepon kantornya, apalagi untuk sambungan luar negeri begini. 
 
Kedua, pola pikir manajer cetek sekali. Mana mungkin mendesak saya mengakui menerima beasiswa, dia pasti punya bukti yang kuat kalau saya menerima, berupa slip, atau bahkan tanda tangan saya yang bermaterai sebagai penerima beasiswa. Itu prosedural standar. Ketiga, uang beasiswa PT.X sangat besar sekali, sekalinya masuk ke rekening saya, pasti ketahuan, saya tidak pernah meminta orang tua mengirimkan uang sebesar itu. Jadi, mustahil kalau saya tidak menyadari adanya tambahan uang masuk.
 
Keempat, nama saya tidak ada dipengumuman penerima beasiswa, yang notabene adalah putra daerah setempat. Ditambah lagi ketidaklengkapan berkas saya. Saya mengecek sekali lagi di google, tidak ada nama saya sebagai penerima beasiswa itu. Jelas.
 
Saya pun klarifikasi kepada adik dan keluarga saya di rumah. Ternyata oknum mengaku bahwa saya meminta bantuan untuk mengadakan penelitian dan meminta bantuan kepada PT.X. Sempat lengah memang, karena nomor telepon genggam saya sampai terdaftar oleh mereka. Saya tidak pernah meminta bantuan apapun tentang penelitian saya ke pihak PT.X baik berupa uang maupun data. Pertama, karena saya sudah selesai melakukan penilitian yang dibiayai sepenuhnya oleh jurusan saya. Kedua, PT.X tidak ada kaitannya sama sekali dengan penelitian saya. Demikianlah.
 
Pesan moral: jangan pernah mudah percaya apapun kepada orang lain yang menawarkan bantuan secara mendadak, klarifikasi tentu sangat diperlukan. Karena, kalau mengutip nasehat Ali ra., sebuah kebenaran akan menjadi kebenaran setelah diragukan minimal satu kali. Wallahu'alam.

2 komentar:

  1. Saya pernah tertipu Al waktu tingkat 3. Modusnya adalah dengan diundang seminar dsb, tapi ternyata malah saya kena tipu. Sejumlah uang raib. Padahal uang tersebut akan saya gunakan untuk membayar SPP esok hari. Ketika saya mengurus kasus ini ke bank, ternyata ada banyak mahasiswa lain yang tertipu, bahkan dengan nominal yang lebih besar. Benar2 jadi pengalaman buat saya untuk lebih waspada. Kejahatan bisa datang dimana saja dan kapan saja. #justsharing

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi, uangnya kembali kah? Pasti kasus seminar yang di Bali? Percaya atau nggak, aku jg hampir kena penipuan itu. Herannya, aku seperti nggak bs berpikir jernih, sms itu percaya atau tidak seperti hipnotis. Atau mgkn karena aku lelah dgn jadwal kuliah yang padat. Untungnya, aku sempat ke departemen untuk meminta izin ke kadep, tersadarkan di sana oleh kadep. Katanya itu murni penipuan. Terimakasih kadep.

      Hapus

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut