Melewati malam dalam kegelapan. Butir-butir gerimis yang sedari tadi menjadi hujan kini sudah mereda. Hiruk-pikuk malam menjadikan kota ini seakan tidak pernah mati. Ramai para pedagang menjajakan jajanannya di pinggiran jalan. Pembeli yang tidak kalah banyaknya. Mereka putih hitam berseragam.
Amongpharn, sebuah pasar yang berdiri di pinggiran kota Bangkok. Sebuah pasar kecil. Sederetan pula berjejer beberapa mini bar, yang semua isinya hampir bisa dipastikan adalah mahasiswa-mahasiswi. Wangi buah seakan menjadi atmosfer saat melewati bar-bar tersebut. Shisha.
Hal yang paling mengesalkan dari pasar adalah becek dan sempit. Tidak jauh berbeda dengan Amongpharn. Bagaimana mungkin jalan sesempit itu dilalui oleh mobil double cabin. Hampir di sepanjang pinggiran ruas jalan itu pula mobil-mobil terparkir tidak karuan.
Di atas jam 11, akan sangat banyak ditemui muda-mudi bermuka merah. Bau alkohol tercium di setiap hembusan napasnya. Mabuk tidak lagi menjadi tabu di tanah kebebasan ini. Lumrah adanya.
"Bagaimana mungkin Islam melarang umatnya meminum alkohol?"
Dua tiga orang tertawa dalam perbicangannya. Mereka menikmati malam setelah seharian bergumul dengan segudang deadline. Beer adalah sarana yang paling tepat untuk merilekskan saraf-saraf mereka,
"Bos memang orang yang alot. Beginilah kalau bekerja dengan orang Muslim. Sok tahu."
"Sssst.... hati-hati, nanti kedengaran sama anjingnya."
Gelak tawa dalam candaan mereka seaakan mampu membunuh kekesalan mereka.
"Tambah satu lagi," pinta seorang wanita berambut pirang.
"Hei, Pad. Apakah kamu baik-baik saja?"
"Ya, memangnya kenapa?"
"Kamu sudah meminum 3 botol sendiri hari ini."
"Sudahlah, Hen. Diam saja kalau kamu tidak bisa membantuku tenang."
Toi hanya tersenyum menahan tawa melihat Pad yang sudah hampir teler. Kini malam mulai larut. Jarum jam panjang menunjukkan angka 1 sedang yang pendek menunjukkan angka 1. Pukul 1.05 Am. Mereka masih ingin melewati malamnya.
* * *
Sepotong roti dalam mulut mungil Pad. Cepat-cepat ia bergegas menuju ruang kerjanya. Tadi pagi ia hampir telat. Bangun pukul 8.20 Am, tak sempat lagi mandi, hanya sikat gigi dan cuci muka jika tidak ingin terlambat masuk kerja. Seadanya dia memoles wajah dengan beberapa alat kecantikan. Segera.
"Kamu mabuk lagi semalam?"
Terkejut wanita keturunan China itu dibuatnya. Sebenarnya bukan karena sapaan Ali, tetapi ia tiba-tiba teringat oleh janjinya semalam.
"Sudah, tidak usah terkejut. Saya tidak apa-apa kok. Dia sudah baik-baik saja."
"Maafkan saya, Ali."
"Ya, tidak apa-apa. Cepat bereskan semuanya. Sebelum Boss datang. Semoga dia tidak tanya banyak tentang kamu."
Pad bergegas ke kamar kecil, merapihkan penampilannya seperti biasa. Pikirannya dihinggapi rasa bersalah yang amat besar. Entah apa yang harus ia katakan, lirihnya dalam hati.
0 komentar:
Posting Komentar