Di Balik Tragedi “Matikan Bangkok”! (Part 1)


Shutdown Bangkok menjadi bahasa yang dipopulerkan. Media –baik lokal maupun internasional–sejak beberapa waktu yang lalu geger akan parodi protestor dan pro pemerintah. Akibatnya, banyak opini begini dan begitu yang berkembang di tengah masyarakat, termasuk Indonesia.

Sebenarnya apa yang terjadi di Thailand tidak lah separah yang terjadi di Mesir. Namun, seperti yang dilansir oleh beberapa media, tengah terjadi kondisi chaos di Thailand. Berikut akan saya paparkan beberapa informasi di balik Shutdown Bangkok (Krung Thep), sumber informasi dari beberapa kalangan. Tetapi, ada baiknya Anda melakukan cross check kembali, sebab bagaimana pun banyak unsur subjektifitas di dalamnya. Tentunya sulit bagi saya untuk mendapatkan semua informasi yang benar-benar objektif.

Sejak awal harus saya tekankan, saya tidak ada kecenderungan kepada golongan pro atau pun anti pemerintah. Sehingga tidak ada tendensi atas sebuah golongan pun di dalam tulisan ini.

Perlu kita semua ketahui, bahwa Thailand bukan lah negara republik, melainkan suatu negara monarki. Sama halnya dengan inggris, Raja/Rama –saat ini bernama Bhumibol, hanyalah sebagai simbolis semata. Sedangkan, perdana mentri merupakan pemimpin tertinggi pelaksana negara. Raja, hampir semua orang Thailand sepakat, sangatlah dicintai sebab kontribusinya kepada negara sangat lah penting.

Sebenarnya tidak ada pembagian kekuasaan antara kerajaan dan pelaksana negara. Bagaimana pun negara tetaplah milik Raja, hanya saja dibatasi oleh larangan berpolitik. Jadilah Raja menjalankan tugas kerajaannya, dan perdana mentri menjalankan tugas kenegaraannya. Ada ratusan atau bahkan ribuan Royal Project yang dijalankan oleh kerajaan. Hasilnya? Seperti yang Anda lihat saat ini, banyak komoditas pertanian Thailand marak di pasaran. Perbaikan infrastruktur. Militer. Pendidikan. Dan sebagainya.
 
Ada 2 kubu dalam perseteruan Shutdown Bangkok, sebut saja dia Golongan Kuning (Anti Pemerintah) dan Golongan Merah (Pro Pemerintah). Golongan Kuning menuntut penggulingan pemerintahan, sebaliknya golongan merah cenderung mempertahankan kedudukan pemerintah saat ini.
 
Thaksin Shinawatra bisa dibilang adalah biang kerok segala aksi protes ini. Thaksin merupakan seorang Perdana Mentri sebelum PM Thailand, Yingluck Shinawatra. Seperti kebanyakan warga Thailand, Thaksin masih keturunan China, dia adalah seorang pengusaha terkaya ke-50 versi majalah Forbes. Selama beberapa tahun Thaksin memerintah Thailand. Mau tidak mau, kita harus mengakui dalam beberapa aspek Thaksin berhasil membawa Thailand layak membusungkan dada di antara negara Asean.
 
Citra seorang Thaksin terus melonjak, apalagi setelah berhasilnya suatu program kerja yang ia canangkan, atau yang lebih dikenal dengan OTOP (one tambon one village). Suatu konsep yang sejatinya lahir di negara barat sana. Thaksin memberikan uang cuma-cuma sebesar 2 miliar baht per tambon. Tak perlu dikembalikan, asal sukses dan menghasilkan satu produk unggulan, tukasnya. Ada juga yang mengatakan jumlah uang yang diberikan tergantung dari banyaknya pendukung di tambon tersebut.
 
Saat citra Thaksin sedang naik-naiknya, dia terjerat oleh isu korupsi, begini dan begitu. Thaksin mengelak, protes terjadi di beberapa tempat. Hingga akhirnya, Raja “mengambil momentum”, dan memutuskan untuk mendukung kudeta Thaksin. Keterlibatan Raja dalam urusan negara ini memang sah-sah saja, toh Thailand bukan negara demokrasi absolut, melainkan monarki terdemokrasi. Namun, justru disinilah antara monarki dan demokrasi beririsan.
 
Setiap ada kekuasaan, selalu ada kepentingan. Bahkan tidak berlebihan kalau seorang Raja yang pamornya sudah begitu “dewa” di mata masyarakat masih tetap memiliki kepentingan.
 
Golongan Merah merasa bahwa penurunan Thaksin tidak terlepas dari kekhawatiran Raja akan pamornya yang tersaingi oleh PM tersebut. Entah itu benar atau tidak, tetapi yang jelas, Thaksin tidak hanya merapikan kota kapital Thailand, tetapi juga akar-akarnya di pedalaman. Selain OTOP Thaksin juga ikut menyukseskan pembangunan infrastruktur, kerjasama luar negeri, dan masih banyak lagi, yang kalau kita bandingkan dengan kinerja pemerintahan Indonesia, boleh dikata kita masih kalah.
 
Dari informasi yang saya dapatkan, salah satu cita-cita Thaksin dalam road map negara Thailand kedepan, ia mencanangkan kereta antara negara yang meliputi Thailand, Laos, Kamboja, dan China. Ini sudah termasuk dalam salah satu visi suatu negara maju.
 
Thaksin pun dikudeta secara tidak terhormat dengan tuduhan KKN. Ia tidak diperkenankan untuk masuk lagi ke negara kerajaan Thailand. Kemunculan golongan merah baru tenar pasca penggulingan Thaksin. Kelompok yang melakukan aksi protes mengenakan baju berwarna merah di beberapa tempat di Thailand. Ketegangan semakin terasa saat seorang pimpinan orasi tersebut tertembak secara misterius oleh orang yang tidak dikenal.
 
Bersambung ke part 2 | part 3

0 komentar:

Posting Komentar

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut