Jika Anda ingin
study abroad dengan beasiswa, ada 2 macam beasiswa secara umum. Dalam negeri dan luar negeri. Orang Indonesia cenderung lebih menyukai beasiswa luar negeri. Kenapa?
Ada beberapa alasan yang membuat hal itu terjadi. Namun, jika kita menarik benang merah, alasannya jelas, hanya satu: beasiswa luar negeri lebih pandai mengelola di banding beasiswa dalam negeri. Agar tidak melebar, saya hanya membatasi beasiswa dalam negeri yang hanya dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia (DIKTI).
Sudah menjadi rahasia umum, pengelolaan beasiswa DIKTI sering bermasalah. Problem yang selalu terjadi adalah lambatnya pencairan dana. Saya tidak akan membahas kenapa dana itu selalu lambat dicairkan. Satu hal yang pasti, hal itu sangat merepotkan.
Jika Anda menjadi penerima beasiswa DIKTI dan mengalami keterlambatan pencairan dana. Maka, bersiap-siaplah untuk menanggung sendiri beaya hidup terlebih dahulu, Hal ini bisa berlangsung hingga 3-4 bulan lamanya. Tidak masalah kalau Anda memiliki uang. Bagaimana jika tidak? Sedangkan biaya hidup di negara yang Anda singgahi sangatlah tinggi. Hutang! Anda akan dikenal sebagai penghutang ulung di negara orang.
Beberapa universitas di luar negeri tidak mau menerima mahasiswa Indonesia jika dibiayai oleh DIKTI. Reputasi ini benar-benar mencoreng nama Indonesia secara langsung. Negara berkembang seperti Indonesia, bahkan tak mampu mengelola dana pendidikannya sendiri.
Oleh karena itu, banyak pelajar lebih memilih untuk mendapatkan beasiswa dari luar negeri secara langsung. Tentu lebih enak, selain lebih besar pendanaannya, beberapa beasiswa juga memfasilitasi dalam hal monitoring karir selepas mereka lulus dari kuliahnya nanti.
Tapi, hei, tunggu dulu! Anda mengaku orang Indonesia? Singkirkan dulu polemik yang dihadapi DIKTI. Kita akan berbicara tentang kepentingan negara. Zaman sekarang, sangat jarang suatu institusi melakukan kebaikan yang benar-benar tulus. Tujuan beasiswa yang tidak tertulis, siapa yang tahu?
Seperti yang saya alami saat ini, saya tidak akan menyebut apa dan dimana asal beasiswa saya. Dalam menjalankan beasiswa, saya ditantang untuk menyelesaikan suatu proyek. Dimana? Di Indonesia. Terang-terangan dia mengatakan bahwa Indonesia adalah pasar yang sangat potensial. Ingat! Pasar, bukan industri.
Pembentukan komunitas ekonomi negara-negara berkembang saat ini, sebut saja seperti Asean Economic Community, benar-benar menjadi ladang bagi negara berkembang yang siap, dan neraka bagi negara berkembang yang belum siap. Lalu dimanakah posisi Indonesia? Anda dapat menilai sendiri dari beberapa problematika produk China yang merambah di pasar-pasar. Juga tutupnya beberapa industri lokal karena tak memiliki kemampuan untuk bersaing.
Beberapa mahasiswa kita ada yang diminta untuk melakukan riset pasar mengenai Indonesia. Logikanya sederhana, jika proyek tersebut lancar dan dijadikan acuan oleh mereka dalam menembak pangsa pasar di Indonesia, maka Anda ikut andil dalam "perusakan" negara sendiri.
Sebetulnya masih banyak contoh-contoh lain yang tentunya lebih krusial. Mungkin akan sampai dengan "mencuri" dokumen rahasia negara. Maka, tidak heran kalau kita mudah disetir oleh negara lain dalam pelbagai aspek. Mau menolak proyek? "Hey, you! I give you a scholarship. If you don't want to take this project, bring my money back! And forget about your study in here!"
Okelah, ada yang mengatakan, kita bisa belajar dari mereka. Mungkin kita juga bisa mengambil data dari mereka dengan sebuah
deal-deal-an. Pertanyaan saya cuma satu, seberapa efektif data itu akan dipakai? Kecuali Anda sudah membuat rancangan khusus dengan instansi dalam negeri tentang diperuntukkannya data itu. Bagaimana jika tidak? Mau diapakan data itu?
Plis deh, Orang Indonesia, terutama kalangan birokrat saat ini masa bodoh dengan hal itu. Mau diingatkan juga, mereka ndak akan peduli. Seperti angin lalu saja buat mereka. Kalau ndak menghasilkan uang. Sapa Peduli.
Jika kita berbicara mengenai nasionalisme, saat Anda bertemu dengan orang Malaysia yang kuliah di luar negeri, mereka akan tampil membusungkan dada. Seakan-akan mereka ingin mengatakan, "Saya mampu diurus oleh negara saya sendiri. Tak perlu bantuan dari negara lain." Mereka merasa derajat negara mereka lebih tinggi dari kita.
Masih mau menjadi agen penghancur bangsa dan dilecehkan sebagai negara yang tak mampu mengurus warganya sendiri? Pikirkan dua kali kalau Anda ingin mendapat beasiswa luar negeri.
Ya, itu pendapatku sih. Kalau Anda memiliki pendapat lain. Monggo.
*Meskipun saya bukan penerima beasiswa DIKTI, saya sangat mengharapkan DIKTI mampu mengelola keuangan beasiswa dengan lebih baik lagi. Jauh lebih baik lagi, jika mampu mengontrol karir penerima beasiswa selanjutnya. Banyak cendikiawan kita lari ke luar negeri, karena merasa negara tak mampu memberinya keleluasaan untuk berkarya dan berkarir.
*Mungkin tulisan ini menjadi langkah awal saya untuk menebus kesalahan saya kepada Indonesia.
Mantap. Terus menulis. Saya pembaca setia. :)
BalasHapusjangankan untuk kuliah di luar negeri, beasiswa untuk kuliah di dalam negeri saja masih kacau. seringkali telat dan ya kita mahasiswa tak mampu protes. keren banget kak, saya juga pembaca setia.. heheeeee
BalasHapusWah, makasih komennya Kak Fuad dan Lingga. Jadi semangat nulis lagi. #yosh. :)
BalasHapussetuju banget fa!
BalasHapusyaa pinter2nya kita dah.haha
Oh, kok mirip sama mas mas disini yak T_T
BalasHapusKak al perkenalkan saya tresna mahasiswa teknologi industri pertanian UB, saya ingin konsultasi tentang melanjutkan study ke luar negri dan informasi mengenai beasiswa mohon perhatiannya kak terimakasih
BalasHapusSilahkan tresna bisa menghubungi email saya langsung.
Hapusokey kak, btw emailnya saya yang trezna19@gmail.com
HapusMantabs artikelnya...
BalasHapus