Aksel Zoo


Foto Aksel Zoo, dari kiri atas ke kanan bawah: Har (Kalelawar), Dayat (Unta), Adin (Lutung), Alfa (Ikan), Rolan (Kuda), Fitri (Nyamuk), Anna (Moluska), Vera (Cumi-cumi), Yati (Merak), Ridho (Gorila), Edi (Ayam), Iqbal (Panda), Pras (Kongo?), Ibe (koala), Dadang (Bebek), Isnan (Domba).

A-K-S-E-L. Aksel berasal dari kata akselerasi (Acceleration, inggris) yang berarti percepatan. Yang sudah cepat, dibuat cepat lagi. Kira-kira begitu filosofinya. Nah, kata ini disandingkan dengan kata “kelas”, sehingga bermakna, suatu kelas yang dibuat cepat. Cepat belajar, cepat ulangan, cepat lulus, dan cepat Gila. Kurang dan lebihnya, mohon maaf.
Banyak yang bilang, kelas aksel adalah kelas pemaksaan. Isinya adalah onderdil-onderdil yang dibuat paksa, sehingga bentuknya jauh dari kesempurnaan. Kalau bahasa anak tani, buah karbitan. Bahkan ada beberapa guru di sekolah saya yang tidak mengakui adanya kelas aksel, “ini bukan kelas percepatan, tapi kelas yang paling banyak mendapat akses, makanya saya menyebutnya kelas akses.” Wow banget! Guru ini benar-benar filosofis.
Z-O-O. Zoo berarti kumpulan (editor: ngasal). Kata ini hampir mirip dengan kata zoom, yang berarti memperbesar. Jadi, kalau kita sandingkan dengan kata aksel, menjadi aksel zoo, yang berarti memperbesar kemungkinan untuk cepat. Padahal, bukan itu arti sebenarnya. Mohon maaf atas kekeliruan terjemahan ini. Saya memberanikan diri untuk bertanya pada mbah GT (Gugel Transtul), katanya, artinya adalah kebun binatang. Wow! Amazing! Kebun binatang percepatan.
Sebenarnya, untuk apa saya berbicara seperti ini, saya pun tidak paham. Maka maafkanlah kesia-siaan saya ini. Mari kita menapaki tilas singkat tentang Aksel Zoo.

***
 Meski agak ngaco, ada benarnya juga yang dipaparkan di atas. Aksel zoo adalah kebun binatang aksel, mengapa demikian, adalah pertanyaan yang akan saya jawab kemudian. Menurut sejarahnya, aksel zoo adalah kelas aksel angkatan kedua di sekolah saya. FYI, saya dari Bima, kota berlinangan sinar mentari. Bumi para kuda. Bumi sejuta ketandusan. Bumi anomali.
Aksel zoo terbentuk atas kesadaran, bahwa murid-murid di dalamnya adalah bangsa-bangsa mamalia, moluska, insekta, dan aves. Bukan. Bukan hewan, hanya karaternya saja yang menyerupai hewan. Meski terkadang saya merasa karakter-karakter itu secara sangat terpaksa disematkan. Tapi, ya sudahlah, saya tidak akan menyalahkan apalagi mencecar sejarah.
Orang bilang, kelas aksel adalah kelasnya orang-orang yang pintar. Dengan segala kerendahan hati dan tahu diri, kami mengatakan tidak. TIDAK apalah dikatakan begitu. TIDAK apa juga kalian memfitnah kami dengan pujian. Tetapi memang sebenarnya kami merasa biasa saja. Ingat, kami yang dimaksudkan adalah “kami”-nya Aksel Zoo, entahlah untuk anak aksel yang lain.
Bahkan, saya dan teman-teman merasa, kami rada autis. Eh, bukan, bukan, terlalu ekstrim. Rada sinting kali ya. Kenapa? Waduh, terlalu banyak alasannya. Namun, justru demikian kami merasa kehidupan kami di kelas aksel penuh warna. Jangan pernah membayangkan bahwa kami, aksel zoo, diberikan fasilitas yang memadai untuk belajar, jauh melebihi kelas lainnya. Pada kenyataannya sama saja, bahkan lebih parah. Yang kami rasakan, ya ketika orang lain tidak ujian, kami ujian. Ketika orang ujian, kami ujian juga. Jadi, kesimpulan sementara saya, kelas aksel adalah kelas yang selalu ujian. Oke, baik.
Dimana saya memulai adalah hal yang tidak penting. Yang terpenting adalah Anda paham atas apa yang saya sampaikan. Dan saya senang. Aksel Zoo terdiri dari 16 orang termasuk saya. Terserah Anda mau pake satuan orang atau ekor, yang jelas kami ini manusia. Ingat, manusia! Kami badung. Kami suka membuat ulah. Kami suka merebut pacar orang (eh?). Kami suka bermain basket saat istirahat. Kami suka menghabiskan bekal teman lain. Kami suka bergosip yang tidak penting. Kami sangat menyukai ulangan remidi. Kami juga sering membuat guru nangis. Kami sering pura-pura ke toilet kalau bosan belajar. Dan kalau terpaksa, kami sering berantem dengan satpam. Ah, kami ini konyol sekali.
Intinya, dengan bangga, saya memperkenalkan aksel zoo dengan personilnya. Seperti yang ditampilkan pada foto. Untuk alasan lebih detail, kenapa-kenapanya, nanti akan saya sampaikan pada postingan selanjutnya. Postingan per orang yang lebih oke. Hari ini saya hanya akan memberikan gambaran besarnya saja. Gambaran yang semoga Anda ada bayangan kedepannya.

Ada dan tidak adanya Aksel Zoo, sebenarnya tidak mempengaruhi sejarah kemerdekaan Indonesia. Tidak sama sekali. Tetapi, semoga kami dapat mengisi kemerdekaan Indonesia dengan hal-hal yang positif. Meskipun kami ini memang ngaco dan badung, kami selalu punya cerita kesuksesan. Ya, mental itu yang kami miliki dalam keberagaman kami. Saya yakin, semoga pendiri aksel ini juga yakin, bahwa enam belas orang ini, sepuluh atau dua puluh tahun lagi akan menjadi orang. Ada yang masuk tivi, bukan di edisi buser atau sergap. Tetapi di edisi tokoh-tokoh muda sukses Indonesia. Mereka yang membawa perubahan.

Tulisan ini sekaligus saya persembahkan kepada anak-anak aksel zoo yang ga waras, bu Nurjanah (baca: eNJi, entah kenapa namanya jadi gitu) dan pak Muis yang sempat menjadi ketua kelas kami. Maafkan kami bu eNJi, karena candaan kami tentang Herman (tokoh khayalan yang tidak jelas siapa), ibu sekarang menjadi istrinya Herman, yang kami sendiri tidak tahu siapa. Kepada pak Muis, maafkan kami yang tidak bisa diatur. Sesekali, marahilah kami ini. Kami yang selalu tertawa kalau mendapatkan nilai rendah. Atau saat ada guru yang tidak masuk kelas. Semoga ini menjadi nostalgia kita semua, dan menjadi inspirasi yang lainnya.

Semoga bermanfaat. :)

4 komentar:

  1. kalau ngebaca tulisan ini, antara percaya n ga percaya dg wajah bangga pak muis klo ceritain aksel zoo[entah becanda atau engga].

    smga, kumpulan cerita "bocah" badung ini bakal segera dilanjutkan.. semangatt!!

    BalasHapus
  2. kelas samping Tk :D

    salah satu yang kuinget dari ceritamu Ramadhan lalu adalah pas bagian kalian sepakat ngerjain guru, ampun deh *geleng-geleng kepala*

    BalasHapus

 

Instagram

Populer

Kategori

AEC (6) Aksel Zoo (3) Asean (2) bima (1) buku (3) CAFTA (2) cerpen (4) cool (1) curhat (5) election (1) Experience (17) Filsafat (2) fotografi (5) history (2) hobby (7) Ilmu (2) indah (1) indonesia (13) industri (4) inspirasi (18) islam (3) joke (1) Kebudayaan (12) kenangan (1) kritisi (22) Leadership (20) mahesa (17) marketing (3) Moral (49) movie (1) pendidikan (4) Pergerakan (14) photography (1) pilpres (2) politik (1) prinsip (12) quote (4) sejarah (4) share (71) Shuttlers (1) thailand (13) tokoh (3) travel (4)

Pengunjung

Pengikut